Bagaimana Masa Depan Anak yang Terjangkit HIV dari Orang Tuanya?
Di sudut Aula Pasar Seni, Enggal, Bandar Lampung, seorang ibu berkerudung kuning menggendong anaknya yang tengah rewel di antara ramainya orang di tengah berlangsung rangkaian acara Peringatan Hari AIDS se-Dunia. Sebut saja anak lelaki itu Dimas (4), bobot badanya hanya 12 kilogram.
"Iya hari ini rewel sekali, mungkin karena penuh orang sehingga dia menangis terus ngajak keluar," kata Minah (40) bukan nama sebenarnya.
Dimas divonis terjangkit HIV setahun lalu. Mulanya sejak usia enam bulan balita itu kerap mengalami diare. "Saya sudah bawa kemana-mana tapi tak juga kunjung sembuh. Berat badannya terus menurun," ujar ibunda Dimas pada Kompas.com pada Senin (1/12/2014).
Suatu hari Dimas dibawa ke Rumah Sakit Kota Bandarl Lampung Adi Tjokrodipo, rumah sakit itu menyediakan layanan pemeriksaan VCT. "Dokter yang menanganinya meminta agar anak saya diperiksa VCT, betapa terkejutnya ternyata anak saya mengidap HIV," kisahnya.
Lantas semua anggota keluarga saya dan suami ikut menjalankan pemeriksaan itu, ternyata saya juga mengidap virus yang sama sedangkan suami saya dinyatakan negatif. Minah sendiri tidak tahu asal muasal virus yang menghinggap pada diri dan balitanya.
"Saya tidak pernah punya riwayat dunia hitam demikian juga dengan suami, tapi ini justru menimpa keluarga saya," keluh Minah yang kesehariannya hanya ibu rumah tangga.
Namun, dirinya menduga virus itu masuk ke dalam tubuhnya saat ia menerima transfusi darah ketika ia tengah mengalami pendarahan saat melahirkan Dimas empat tahun lalu. Begitu pula dengan Dimas, Minah tak pernah mengerti dari mana asal virus yang menggergoti daya tahan tubuhnya itu.
"Karena saya pendarahan, maka sejak awal kelahiran tak pernah memberi ASI pada Dimas," kisahnya.
Awal mendengar vonis tersebut dia merasa dunia runtuh seketika apalagi dokter yang menanganinya mengatakan pada Minah bahwa umur anaknya tidak panjang. "Wah hancur hati saya mendengar kalimat itu," akunya.
Seiring berjalannya waktu, dukungan terus ia dapatkan dari sang suami. "Suami saya bilang hidup dan matinya seseorang sudah diatur oleh Sang Kuasa, dari situ saya merasa tetap optimis menjalankan hidup," akunya.
Minah dan putra sulungnya terus mengonsumsi obat-obatan. Dari situ kesehatannya terus membaik, begitu juga dengan Dimas, mulanya memiliki berat badan hanya 10 kilogram, kini berangsur terus meningkat. Sejak saat itu, ia bertekad agar jangan ada lagi korban penularan HIV.
"Saya sering bilang sama orang sekitar agar jangan takut-takut tes VCT. Mencegah lebih baik sebelum terlambat. Yakinlah, bahwa virus itu bisa menghinggapi siapa saja tanpa mengenal status sosial," katanya.
Sementara itu aktivis Orang dengan AIDS (ODHA) di Lampung Vina menjelaskan hingga tahun 2014 jumlah Odha terus meningkat. Saat ini sudah mencapai 1.680 orang, 60 diantaranya adalah anak-anak. Tren yang cenderung meningkat HIV justru menjangkit pada ibu rumah tangga.
"Rata-rata penularan berasal dari suaminya yang memiliki prilaku seks beresiko," kata Vina.
Terkait Odha yang menimpa pada anak-anak, hal yang paling dikhawatirkannya adalah mempersiapkan mental pada anak bahwa dirinya terjangkit virus mematikan.
"Bagaimana pengondisikan mental pada anak agar mereka siap dengan statusnya itu tidaklah mudah, butuh dukungan penuh dari pemerintah, keluarga dan lingkungan sekitar yang punya pengetahuan sempurna tentang HIV," tutupnya.
Penulis : Kontributor Lampung, Eni Muslihah
Editor : Fidel Ali Permana
Sumber : regional.kompas.com, Selasa, 2 Desember 2014, 05:38 WIB.
Komentar
Posting Komentar