Ada Virus Purba di DNA Manusia
Jejak virus purba yang menginfeksi manusia purba Neanderthal ditemukan pada manusia oleh peneliti Oxford University dan Plymouth University.
Untuk menemukannya, peneliti membandingkan data genetik dari fosil Neanderthal dan manusia purba lain yang disebut Denisovan dengan data genetik manusia modern yang terkena kanker.
Ilmuwan menemukan bukti adanya DNA virus yang menyerang Neanderthal dan Denisovan pada masa lalu di DNA manusia modern. Virus itu eksis pada 500 juta tahun lalu.
Penemuan yang dilaporkan di jurnal Current Biology ini akan membantu ilmuwan menguak kemungkinan hubungan antara virus purba dan penyakit seperti kanker dan HIV.
Neanderthal-virus
Berdasarkan penelitian itu, diketahui bahwa 8 persen dari DNA manusia tersusun atas DNA retrovirus endogen (ERVs).
DNA virus purba itu diturunkan dari generasi ke generasi. DNA virus ini adalah bagian dari 90 persen DNA manusia yang belum diketahui fungsinya, disebut "junk DNA".
For each locus recovered in modern humans, the top sequence with black background shows the corresponding pre-integration region in the human reference sequence (hg19) and below are the reads from both the archaic hominins (with the viral regions in blue) and modern humans (viral regions in red). ‘De’ = Denisovan, ‘Ne’ = Neanderthal. In most cases there are reads spanning both upstream and downstream boundaries of the ERV, with the characteristic six base target site duplication (TSD) of the host genome between them. An asterisk shows the first base of the ERV, which in five of the seven instances represented has integrated in reverse orientation.
Junk DNA secara harafiah memang berarti DNA sampah, tak berguna. Namun, menurut Gkikas Magiorkinis dari Departemen Zoologi, Oxford University, junk DNA bisa punya dampak.
"Dalam kondisi tertentu, dua virus junk bisa bergabung dan menyebabkan penyakit. Kami sudah melihat ini di banyak hewan," kata Magiorkinis.
"ERVs bisa menyebabkan kanker ketika diaktivasi oleh bakteri pada tikus dengan kekebalan tubuh yang menurun," imbuhnya dalam rilis di situs Oxford, Selasa (19/11/2013).
Magiorkinis berencana terus mencari tahu virus yang dimasukkan pada famili HML2, yang diduga berkaitan dengan HIV dan kanker itu.
Menurut Magiorkinis, respons pasien terhadap HML2 akan berhubungan dengan kecepatan perkembangan fase infeksi HIV ke tahap AIDS.
"Pasien HIV juga memiliki risiko lebih besar terkena kanker untuk sebab yang belum diketahui. Mungkin faktor risiko itu adalah genetik, mungkin HML 2," kata Magiorkinis.
"Virus itu juga mungkin diaktivasi kembali pada pasien kanker dan HIV, jadi mungkin akan menjadi target terapi di masa depan," tambahnya.
Robert Belshaw dari Plymouth University menganalisis genom 300 pasien untuk mengetahui penyebaran virus itu. Diperkirakan, virus itu telah menyebar ke populasi yang luas.
Penulis dan Editor : Yunanto Wiji Utomo
Sumber : http://sains.kompas.com/, Rabu, 27 November 2013, 15:58 WIB.
Komentar
Posting Komentar