The Grey Valentine, Erupsi Gunung Kelud 13-14 Pebruari 2014.
Gunung Kelud adalah gunung api tipe A di Jawa Timur yang sangat aktif dengan letusannya didominasi oleh letusan eksplosif cukup kuat sejak masa pra sejarah hingga peradaban modern.
Sejak tahun 1300 Masehi, gunung ini tercatat aktif meletus dengan rentang jarak waktu yang relatif pendek (9-25 tahun), menjadikannya sebagai gunung api yang berbahaya bagi manusia. Pada abad ke-20, Gunung Kelud tercatat meletus pada tahun 1901, 1919, 1951, 1966, dan 1990. Tahun 2007 gunung kembali meningkat aktivitasnya.
Sejak abad ke-15, Gunung Kelud telah memakan korban lebih dari 15.000 jiwa. Letusan gunung ini pada tahun 1586 merenggut korban lebih dari 10.000 jiwa.
Mengapa Kelud bisa berbahaya, karena gunung ini unik yakni adanya danau kawah. Konon dalamnya lebih dari 600 meteran dan mampu menyimpan air sampai 40 juta m3. Bayangkan kalau air sebanyak ini dipakai untuk menggelontor pasir-pasir lepas di sekitarnya.
Atas dasar itu, sebuah sistem untuk mengalihkan aliran lahar telah dibuat secara ekstensif pada tahun 1926 dan masih berfungsi hingga kini setelah letusan pada tahun 1919 memakan korban hingga ribuan jiwa akibat banjir lahar dingin menyapu pemukiman penduduk.
Letusan di 1919, termasuk yang paling mematikan karena menelan korban 5.160 jiwa, merusak sampai 15.000 ha lahan produktif karena aliran lahar mencapai 38 km, meskipun di Kali Badak telah dibangun bendung penahan lahar pada tahun 1905.
Karena letusan inilah kemudian dibangun sistem saluran terowongan pembuangan air danau kawah, dan selesai pada tahun 1926. Secara keseluruhan dibangun tujuh terowongan. Pada masa setelah kemerdekaan dibangun terowongan baru setelah letusan tahun 1966, 45 meter di bawah terowongan lama. Terowongan yang selesai tahun 1967 itu diberi nama Terowongan Ampera. Saluran ini berfungsi mempertahankan volume danau kawah agar tetap 2,5 juta meter kubik.
Letusan 1990 berlangsung selama 45 hari, yaitu 10 Februari 1990 hingga 13 Maret 1990. Pada letusan ini, Gunung Kelud memuntahkan 57,3 juta meter kubik material vulkanik. Lahar dingin menjalar sampai 24 kilometer dari danau kawah melalui 11 sungai yang berhulu di gunung itu.
Letusan ini sempat menutup terowongan Ampera dengan material vulkanik. Proses normalisasi baru selesai 1994. Berarti empat tahun area sekitar baru kembali normal.
The Grey Valentine, Erupsi Gunung Kelud 13-14 Pebruari 2014
Petir dan geledek yang menyambar saat Gunung Kelud meletus 13 Januari 2014.
Letusan Gunung Kelud tahun 2007
Status awas dikeluarkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi sejak 16 Oktober 2007 yang berimplikasi penduduk dalam radius 10 km dari gunung (lebih kurang 135.000 jiwa) yang tinggal di lereng gunung tersebut harus mengungsi. Namun letusan tidak terjadi.
Setelah sempat agak mereda, aktivitas Gunung Kelud kembali meningkat sejak 30 Oktober 2007 dengan peningkatan pesat suhu air danau kawah dan kegempaan vulkanik dangkal. Pada tanggal 3 November 2007 sekitar pukul 16.00 suhu air danau melebihi 74 derajat Celsius, jauh di atas normal gejala letusan sebesar 40 derajat Celsius, sehingga menyebabkan alat pengukur suhu rusak. Getaran gempa tremor dengan amplitudo besar (lebih dari 35mm) menyebabkan petugas pengawas harus mengungsi, namun kembali tidak terjadi letusan.
Gunung Kelud yang sebelumnya memiliki “danau terisi air” dipuncaknya, ternyata telah berubah. Pola perubahannya dapat dilihat secara sederhana seperti dibawah ini.
Letusan kelud 2007 tidak menimbulkan letusan besar eksplosive. Hanya mengangkat magma hingga membentuk kubah yang menutup danau.
Aktivitas gunung ini meningkat pada akhir September 2007 dan masih terus berlanjut hingga November tahun 2007, ditandai dengan meningkatnya suhu air danau kawah, peningkatan kegempaan tremor, serta perubahan warna danau kawah dari kehijauan menjadi putih keruh. Status “awas” (tertinggi) dikeluarkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi sejak 16 Oktober 2007 yang mengharuskan pengungsian penduduk dalam radius 10 km dari gunung (lebih kurang 135.000 jiwa) yang tinggal di lereng gunung tersebut harus mengungsi. Namun, disyukuri letusan explosive tidak terjadi.
Setelah sempat agak mereda, aktivitas Gunung Kelud kembali meningkat sejak 30 Oktober 2007 dengan peningkatan pesat suhu air danau kawah dan kegempaan vulkanik dangkal. Pada tanggal 3 November 2007 sekitar pukul 16.00 suhu air danau melebihi 74 derajat Celsius, jauh di atas normal gejala letusan sebesar 40 derajat Celsius, sehingga menyebabkan alat pengukur suhu rusak. Getaran gempa tremor dengan amplitudo besar (lebih dari 35mm) menyebabkan petugas pengawas harus mengungsi, namun kembali tidak terjadi letusan.
Akibat aktivitas tinggi tersebut terjadi gejala unik dalam sejarah Kelud dengan munculnya asap tebal putih dari tengah danau kawah diikuti dengan kubah lava dari tengah-tengah danau kawah sejak tanggal 5 November 2007 dan terus “tumbuh” hingga berukuran selebar 100 m. Para ahli vulkanologi menganggap kubah lava inilah yang menyumbat saluran magma sehingga letusan tidak segera terjadi. Energi untuk letusan dipakai untuk mendorong kubah lava sisa letusan tahun 1990.
Danau kawah Gunung Kelud praktis “hilang” karena kemunculan kubah lava yang besar. Yang tersisa hanyalah kolam kecil berisi air keruh berwarna kecoklatan di sisi selatan kubah lava.
Sumbat ini terodorong oleh aktifitas magma tahun 2014 yang menyebabkan kerasnya dentuman yang terdengan hingga di Yogyakarta pada jarak 200 Km dari puncak gunung kelud.
Gunung Kelud yang sebelumnya memiliki “danau terisi air” dipuncaknya, ternyata telah berubah. Pola perubahannya dapat dilihat secara sederhana seperti dibawah ini.
Kelud 2006 – 2007 – 2014
Aktivitas gunung ini meningkat pada akhir September 2007 dan masih terus berlanjut hingga November tahun 2007, ditandai dengan meningkatnya suhu air danau kawah, peningkatan kegempaan tremor, serta perubahan warna danau kawah dari kehijauan menjadi putih keruh. Status “awas” (tertinggi) dikeluarkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi sejak 16 Oktober 2007 yang mengharuskan pengungsian penduduk dalam radius 10 km dari gunung (lebih kurang 135.000 jiwa) yang tinggal di lereng gunung tersebut harus mengungsi. Namun, disyukuri letusan explosive tidak terjadi.
Setelah sempat agak mereda, aktivitas Gunung Kelud kembali meningkat sejak 30 Oktober 2007 dengan peningkatan pesat suhu air danau kawah dan kegempaan vulkanik dangkal. Pada tanggal 3 November 2007 sekitar pukul 16.00 suhu air danau melebihi 74 derajat Celsius, jauh di atas normal gejala letusan sebesar 40 derajat Celsius, sehingga menyebabkan alat pengukur suhu rusak. Getaran gempa tremor dengan amplitudo besar (lebih dari 35mm) menyebabkan petugas pengawas harus mengungsi, namun kembali tidak terjadi letusan.
Akibat aktivitas tinggi tersebut terjadi gejala unik dalam sejarah Kelud dengan munculnya asap tebal putih dari tengah danau kawah diikuti dengan kubah lava dari tengah-tengah danau kawah sejak tanggal 5 November 2007 dan terus “tumbuh” hingga berukuran selebar 100 m. Para ahli vulkanologi menganggap kubah lava inilah yang menyumbat saluran magma sehingga letusan tidak segera terjadi. Energi untuk letusan dipakai untuk mendorong kubah lava sisa letusan tahun 1990.
Sumbat Gunung Kelud yang terbantuk tahun 2007
Sumbat ini terodorong oleh aktifitas magma tahun 2014 yang menyebabkan kerasnya dentuman yang terdengan hingga di Yogyakarta pada jarak 200 Km dari puncak gunung kelud.
Terakhir, Kamis (13/2) di 2014, gunung yang berada di Kediri itu kembali meletus sekitar pukul 23.00 WIB. Ribuan warga mengungsi ke penampungan. Hujan batu pun mulai melanda hingga Jawa Tengah. Saat Gunung Meletus tanggal 13 Februari 2014, malam hari, tentunya sulit melihat seperti apa letusannya. Gambar serta foto besarnya letusan hanya tergambarkan melalui suara, getaran serta tersebarnya abu yang mengagetkan di pagi harinya.
NASA siang harinya 14 Februari 2014 mengambil gambar Gunung Kelud dari angkasa menggunakan satelit. Terlihat penyebaran abu vulkaniknya mengarah ke barat seperti yang sudah diduga. Namun sebenarnya lebih banyak ke laut, sehingga tidak tercatat didarat.
Letusan Gunung Kelud dari menit ke menit dari Satelit
Citra Satelit saat letusan dan perkiraan ketinggian erupsi., payung cendawan kolom letusan ini ukuran terbesarnya hingga radius 100 km.
Peta terdampak letusan gunung Kelud tanggal 13 Pebruari 2014.
Abu volkanik Gunung Kelud menyebar dimana-mana, bahkan hingga Malang, Surabaya Bahkan Yogyakarta yang jauhnya lebih dari 200Km dari puncak G Kelud.
Titik ditengah yang membesar itu adalah kolom cendawan letusan yg melemparkan material erupsi. Warna disebelah kanan(timur) ini adalah awan hujan. Kita tetap bersyukur bahwa arah anginnya ke arah laut. Sehingga hal-hal lebih buruk dapat terhindarkan. Cendawan letusan Kelud ini dapat dilihat ketinggiannya seperti dibawah ini.
Citra Satelit saat letusan dan perkiraan ketinggian erupsi., payung cendawan kolom letusan ini ukuran terbesarnya hingga radius 100 km.
Sebelumnya ketinggian letusan G Kelud diperkirakan 15 Km. Karena pada malam hari, dan tentunya sulit mempunya pengamatan yang bagus untuk memperkirakan ketinggiannya. Dari hasil penginderaan jauh oleh NASA, pada saat letusan terlihat bahwa ketinggian plume (cendawan) letusannya kebanyakan pada ketinggian 20 Km namun maksimum ada yang mencapai 25 Km, lebar diameter 200 km.
Dengan ketinggian material hingga 25 Km inilah maka dengan kekuatan angin abunya mampu tersebar hingga sejauh 1000 Km dari pusat letusan.
Kalau dilihat dari klasifikasi tipe erupsi gunungapi, maka mungkin saja erupsi Gunung Kelud tanggal 13 Februari 2014 ini dapat disebut sebagai erupsi Vulcanian/Plinian. Material yang sudah keluar mencapai diatas 100 juta meterkubik. juga dapat dimasukkan pada kategori VEI 4 (Volcanic Eruption Index).
Erupsi ini besarnya sama dengan erupsi Gunung Galunggung hingga kini, namun erupsi Gunung Galunggung dahulu sangat lama, hingga lebih dari 10 bulan. Sedangkan erupsi Gunung Kelud biasanya dalam waktu relatif pendek.
Selain material diatas tentunya mengandung gas-gas tertentu. Nah ESA (European Sattelite Agency), atau NASA-nya Eropa memiliki kemampuan untuk mendeteksi SOx dalam hal ini Sulphur Dioxide. ESA berhasil membuat peta sebaran SO2 dari letusan Gunung Kelud ini.
Dengan ketinggian material hingga 25 Km inilah maka dengan kekuatan angin abunya mampu tersebar hingga sejauh 1000 Km dari pusat letusan.
Kalau dilihat dari klasifikasi tipe erupsi gunungapi, maka mungkin saja erupsi Gunung Kelud tanggal 13 Februari 2014 ini dapat disebut sebagai erupsi Vulcanian/Plinian. Material yang sudah keluar mencapai diatas 100 juta meterkubik. juga dapat dimasukkan pada kategori VEI 4 (Volcanic Eruption Index).
Selain material diatas tentunya mengandung gas-gas tertentu. Nah ESA (European Sattelite Agency), atau NASA-nya Eropa memiliki kemampuan untuk mendeteksi SOx dalam hal ini Sulphur Dioxide. ESA berhasil membuat peta sebaran SO2 dari letusan Gunung Kelud ini.
Peta terdampak letusan gunung Kelud tanggal 13 Pebruari 2014.
Sumber: http://rovicky.wordpress.com/.
Komentar
Posting Komentar