Erupsi Freatik Gunung Merapi Menuju Letusan Magmatik, Apa Maksudnya?


Gunung Merapi kembali meletus pada Kamis (24/5/2018) pukul 02.56 WIB dengan durasi 4 menit. Tinggi kolom mencapai 6.000 meter dari puncak Merapi ke arah Barat. 

Berdasarkan Twitter @BPPTKG pada pukul 02.55 WIB, terjadi letusan durasi 4 menit. Tinggi Kolom 6.000 meter arah barat dan terdengar dari semua pos pengamatan.  Letusan yang terjadi pada pukul 02.55 WIB terdengar suara gemuruh dari Selo, tampak kepulan asap dan pijar visual berwarna sinar merah di belakang awan mendung.

Pada pukul 03.48 WIB Twitter @BPPTKG menyampaikan agar masyarakat tetap tenang dan mempersiapkan masker, kacamata, obat tetes, topi, jaket lengan panjang jika berpergian. Sejumlah warga mengungsi ke tempat pengungsian akibat dampak letusan tersebut.

Sehari sebelumnya, Rabu (23/05/2018), Gunung Merapi juga mengalami letusan freatik sekitar pukul 03.31 WIB. Akibat letusan freatik ini, terjadi hujan abu di Kabupaten Magelang. Bahkan abu sampai ke wilayah Borobudur.

Video : "Erupsi freatik Merapi 11 Mei 2018"

Gunung Merapi telah mengalami letusan freatik sebanyak delapan kali sejak 11 Mei 2018. Dari delapan itu, letusan freatik yang terjadi pada Kamis dinihari, 24 Mei 2018, paling tinggi asap letusannya.

Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, Hanik Humaida, menuturkan erupsi freatik Gunung Merapi sedang menuju proses erupsi magmatik. Menurut dia, adanya awan pijar merah di sela kepulan letusan menjadi tanda awalnya erupsi magmatik.

“Sebenarnya awan pijar merah itu menunjukkan adanya material dari dalam yang merupakan pijaran yang berasal dari magma, sehingga kita bisa menyebutnya ini menjadi awal proses erupsi magmatis,” ujar Hanik dalam keterangan pers di kantor BPPTKG, Yogyakarta, Kamis 24 Mei 2018.

BPPTKG Yogyakarta mencatat letusan freatik ketiga terjadi setelah status menjadi waspada. Menurut Hanik, erupsi fratik mulai menunjukkan menuju proses magmatis.

Namun, Hanik menyatakan proses ini masih tahap awal. Menurut dia, erupsi freatik terakhir merupakan proses clearance atau pembersihan sumbat saluran dari dalam yang dilakukan oleh dorongan gas dari dalam Gunung Merapi. Proses pembersihan terjadi di saluran yang masih tersumbat sisa material erupsi pada 2010.

Hanik menuturkan setelah erupsi pada 2010 menyisakan sisa material kubah lava. Sisa material itu didorong tekanan gas dari dalam yang membuat sisa-sia material itu terlontar keluar. "Sekarang material penyumbat itu kemungkinan sudah mulai berkurang atau mulai kosong, sehingga saluran ini nanti bisa dipakai Merapi untuk menjadi jalan keluar magma,” ujarnya.


Hanik menambahkan erupsi pagi ini memang berbeda karena gemuruhnya sampai terdengar di lima pos pemantauan sekitar Gunung Merapi. Hal ini diduga akibat proses pengosongan saluran yang dilakukan lewat tekanan gas tinggi akibat pergerakan material atau fluida. Di rilis PVMBG dan BNPB dijelaskan letusan ini berbeda dengan letusan magmatik.


Perbedaan letusan freatik letusan magmatik.



  • Letusan freatik .
Masyarakat di lereng Gunung Merapi harus paham tentang letusan freatik dan magmatik. Kedua letusan tersebut sangat berbeda. Letusan magmatik berasal dari perut Merapi. Bebatuan yang besar dan panas di dalam perut bumi keluar melalui celah retakan kubah yang paling pendek. Letusan ini terjadi berulang-ulang sehingga dapat dipelajari kapan letusan dahsyat akan terjadi.

Letusan freatik datangnya tidak bisa diprediksi sehingga masyarakat yang tinggal di kawasan zona bahaya harus waspada. Letusan itu muncul setiap musim hujan karena dipicu oleh air yang meresap dari puncak kawah.

Letusan jenis ini diprediksi tidak akan merusak karena yang dominan dikeluarkan berupa abu vulkanik, pasir, serta batu kecil. Untuk pasir dan batu kecil tidak akan jauh loncatannya dari sekitar kubah, namun untuk abu bisa jauh karena dibawa angin.

Letusan freatik terjadi akibat adanya uap air bertekanan tinggi. Uap air tersebut terbentuk seiring dengan pemanasan air bawah tanah atau air hujan yang meresap ke dalam tanah di dalam kawah kemudian kontak langsung dengan magma. Letusan freatik disertai dengan asap, abu dan material yang ada di dalam kawah.

Letusan freatik sulit diprediksi. Bisa terjadi tiba-tiba dan seringkali tidak ada tanda-tanda adanya peningkatan kegempaan. Beberapa kali gunungapi di Indonesia meletus freatik saat status gunungapi tersebut Waspada (level 2) seperti letusan Gunung Dempo, Gunung Dieng, Gunung Marapi, Gunung Gamalama, Gunung Merapi dan lainnya.

Tinggi letusan freaktik juga bervariasi, bahkan bisa mencapai 3.000 meter tergantuk dari kekuatan uap airnya. Jadi letusan freatik gunungapi bukan sesuatu yang aneh jika status gunungapi tersebut di atas normal. Biasanya dampak letusan adalah hujan abu, pasir atau kerikil di sekitar gunung.

Baca juga:  Pemprov Gelar Sarasehan Pendidikan, Tak Ada Anggota Dewan yang Hadir
“Memang letusan freatik tidak terlalu membahayakan dibandingkan letusan magmatik. Letusan freatik dapat berdiri sendiri tanpa erupsi magmatik. Namun letusan freatik bisa juga menjadi peristiwa yang mengawali episode letusan sebuah gunungapi,” kata Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB.

Ia mencontohkan Gunung Sinabung. Letusan freatik yang berlangsung dari tahun 2010 hingga awal 2013 adalah menjadi pendahulu dari letusan magmatik. Letusan freatik Gunung Sinabung berlangsung lama sebelum diikuti letusan magmatik yang berlangsung akhir 2013 hingga sekarang.

  • Letusan magmatik 
Letusan magmatikSinabung pada 9 Februari 2015, dimana terbentuk awan panas guguran yang mengalir ke lereng.

Letusan magmatik adalah letusan yang disebabkan oleh magma dalam gunung api. Letusan magmatik ada tanda-tandanya, terukur dan bisa dipelajari ketika akan meletus.

Memang pemahaman masyarakat masih cukup terbatas mengenai gunungapi. “Kita memiliki 127 gunungapi aktif yang masing-masing gunung memiliki watak berbeda-beda. Yang penting masyarakat mematuhi rekomendasi dari PVMBG,” tegasnya.

Pada umumnya erupsi terjadi karena adanya tekanan gas yang sangat kuat yang berasal dari dalam perut bumi yang secara terus menerus berusaha mendorong magma untuk keluar.

Tekanan gas tersebut nantinya perlahan akan membuat magma akan bergerak naik ke atas secara perlahan, hal ini terjadi karena massa magma lebih ringan dibandingankan dengan batuan padat disekitarnya.

Dalam proses tersebut, magma yang memiliki suhu sekitar 1200 derajat Celcius ini perlahan lahan akan melelehkan batuan yang berada disekitarnya dan kemudian terjadi penumpukan magma dalam gunung tersebut.

Dari sinilah tekanan yang berasal dari dalam bumi akan semakin besar, hal ini terjadi karena magma tadi terhambat oleh lapisan batuan padat/litosfer yang sangat sulit untuk ditembus ( baca: Pengertian Litosfer ).

Karena adanya tekanan yang sangat kuat pada daerah ini, maka di tempat inilah tersimpan tenaga yang sangat kuat sehingga lapisan batuan disekitarnya perlahan lahan menjadi rapuh dan retak, dari celah retakan inilah nantinya magma akan menjalar keluar ke permukaan bumi.

Sambil menjalar, magma ini juga akan melelehkan saluran retakan tadi sehingga akan membentuk saluran batu yang disebut sebagai pipa kepundan.

Ketika lapisan batuan tadi sudah tidak dapat membendung tenaga yang sangat kuat dari magma, maka akan terjadi sebuah ledakan dan semburan yang sangat kuat sebagai reaksi dari pelepasan energi yang berasal dari dalam bumi tersebut. Ketika magma tersebut berhasil keluar ke permukaan bumi, inilah yang kemudian disebut sebagai erupsi/ letusan gunung berapi.


Letusan magmatik terakhir terjadi pada Oktober 2010 dan menelan ratusan korban jiwa, termasuk Mbah Maridjan yang terpanggang awan panas. Masyarakat di sekitar lerang Merapi juga kehilangan tempat tinggal karena rumah mereka rata dengan pasir dan bebatuan.

Letusan magmatik juga pernah terjadi pada 2006 dan membentuk kubah yang mengarah ke selatan. Sebelumya kubah mengarah ke barat daya. Letusan itu menelan dua korban jiwa.

“Letusan magmatik ada tanda-tandanya, terukur, dan bisa dipelajari melalui ilmu pengetahuan. Kalau sudah diperingatkan, tapi masih ngeyel, ya alam yang memperingatkan,” ucapnya.

Pasca erupsi 2006 dan 2010, zona bahaya kini berada di sisi selatan atau Kabupaten Sleman karena retakan kubah sudah menuju selatan.

Subandrio mengklaim zona bahaya itu bukan rahasia lagi karena jika ada letusan magmatik, aliran lahar yang sangat panas menuju ke sana.

“99,9 persen zona bahaya pada sisi selatan, makanya Pemkab Sleman melarang pendirian hunian di radius zona bahaya,” pungkasnya.


Letusan Gunung Merapi Makin Sulit Dideteksi.


Sejumlah faktor membuat letusan magmatik Gunung Merapi kini menjadi lebih sulit terdeteksi. “Tanda-tanda letusan magmatik Merapi ke depan ini tidak secantik tanda-tanda erupsi 2010,” kata Kepala Seksi Gunung Merapi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta Agus Budi Santoso kepada Tempo, di kantornya, Rabu, 23 Mei 2018. Ia berharap bisa menemukan tanda-tanda itu.

Agus menuturkan, sebelum terjadi letusan pada 2006 dan 2010, aktivitas dan karakter Gunung Merapi sangat terlihat, sehingga perkiraan waktu letusan lebih mudah terdeteksi. Saat ini, gempa vulkano-tektonik belum intens.

Dari letusan freatik pada Rabu, 23 Mei 2018, pukul 03.31, BPPTKG mencatat terjadi gempa vulkano-tektonik hanya satu kali dalam rentang waktu 00.00-06.00. “Kami berharap sebelum magma ini bergerak ke arah permukaan, aktivitas kegempaan meningkat sehingga bisa diketahui perkiraan letusan.”

Selain aktivitas gempa yang minim, sumbat puncak Merapi kini lebih tipis. Kejadian pada 2006 dan 2010, puncak Merapi benar-benar runcing. “Itu indikasi adanya sumbat yang kuat untuk mendeteksi pergerakan magma, sekarang sumbatnya tipis,” kata Agus.

Sebelum erupsi besar 2010, pergerakan Merapi ditandai banyaknya gempa vulkano-tektonik yang mengiringi pada awal September. Adapun letusan 2010 terjadi pada Oktober. Gempa vulkano-tektonik dalam bisa terjadi sampai lima kali sehari pada awal September.

Memasuki Oktober 2010, meski gempa vulkano-tektonik dalam masih terjadi, sudah mulai muncul gempa vulkano-tektonik dangkal yang meningkat sangat tajam. Peralihan gempa vulkano-tektonik dalam ke dangkal saat itu menunjukkan adanya migrasi atau pergerakan magma Gunung Merapi. “Sehingga tanda-tanda dan perkiraan letusan masih bisa diketahui,” ujar Agus.

“Semakin sering frekuensi gempa, artinya semakin dekat akan terjadi letusan,” jelas Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, Subandrio, Minggu (1/12/2013).

Penyusun: Yohanes Gitoyo, S Pd.
Sumber : 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Mengapa "Wanita Cantik" Nikahi "Pria yang Kurang Menarik" ?

Inilah Kisah Lengkap Legenda Bharatayudha / Mahabharata.

Mengenal Rsi Byasa (IAS Vyāsa) Filsuf Kuno Terbesar di India, Penulis Kisah Mahabarata.

Mengenal Ludruk, Kesenian Khas Jawa Timur Yang Melegenda.

20 Karakter Game Wanita Yang Cantik Dan Seksi Karya Computer-Generated Imagery (CGI).

Kurukshetra : Inilah Lokasi Tempat Terjadinya Pertempuran Besar "Mahabharata" atau "Barata Yudha", Apa Kabarnya Sekarang ?

Orang Tua Wajib Tahu Perkembangan Anak.

Menguak Rahasia Isi Ruangan Dalam Ka'bah, Bangunan Tersuci Umat Islam

Segala Hal Tentang Punokawan Wayang.

Jika Naga Hidup di Dunia Nyata, Bagaimana Cara Mereka Semburkan Api?