Nilai Mata Uang Rupiah terlalu Rendah ? Solusinya : Redenominasi vs Sanering
Gagasan
untuk melakukan redenominasi yang dikemukakan Gubernur BI Darmin Nasution melahirkan pro dan kontra di
masyarakat. Hingga berita ini diturunkan pro dan kontra masih
berlangsung.
Pihak BI memaksudkan redenominasi sebagai penyederhanaan pecahan (denominasi) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi angka nol (digit) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut.
Namun banyak pihak merasa khawatir bahwa redenominasi akan berujung sama dengan sanering yang pernah diberlakukan di Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.
Sanering adalah pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang. Hal yang sama tidak dilakukan pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat menurun.
Agar muncul pemahaman yang tepat masyarakat perlu mengetahui perbedaan antara redenominasi dan sanering. Lalu apa perbedaan antara keduanya?
Menanggapi pertanyaan tersebut Kepala Biro Humas BI Difi A Johansyah menjelaskan bahwa redenominasi sangatlah berbeda dengan sanering yang pernah terjadi di Indonesia. Redenominasi adalah pemotongan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya.
"Contohnya begini, misalnya saat ini (sebelum dilakukan redenominasi-Red) seseorang membeli barang A dengan harga Rp 10.000 (sepuluh ribu rupiah uang lama). Jika kemudian diberlakukan redominasi uang Rp 1.000 menjadi Rp 1 (semua angka nolnya dikurangi atau dihilangkan), maka barang A tersebut harganya menjadi Rp 10 (uang baru hasil redenominasi). Sama saja kan? Rp 10.000 menjadi Rp 10. Cuma nolnya saja yang berkurang," tuturnya kepada Warta Kota.
Sementara sanering yang pernah terjadi di zaman pemerintahan Presiden Soekarno, adalah pemotongan nilai mata uang tetapi harga barangnya tetap sama dengan harga sebelum pemotongan dilakukan.
"Penjelasan mudahnya, misalkan saat ini harga rumah Rp 200 juta. Lalu diberlakukan sanering, nilai nol dari uang dikurangi tiga, tetapi harga rumah tetap saja Rp 200 juta. ini berarti masyarakat jadi dirugikan. Penghasilan turun, tetapi harga barang tetap. Akibatnya masyarakat menjadi miskin," katanya menjelaskan.
Perbedaan lainnya adalah sanering diberlakukan saat keuangan pemerintah sedang sakit dan krisis. Sedangkan redenominasi justru dilakukan setelah kondisi keuangan pemerintah sehat. Sehingga dengan adanya redenominasi ini keuangan pemerintah menjadi stabil.
Dikemukakan pula bahwa redenominasi dilakukan untuk dua tujuan. Pertama, untuk menghidupkan kembali pecahan rupiah terkecil yakni Rp 1 yang diatur oleh undang-undang. Kedua, meminimalkan pembulatan nilai pecahan di masyarakat.
"Saat ini kan misalnya harga barang Rp 800 dibulatkan menjadi Rp 1.000 ini sudah salah," katanya seraya mengaku menyadari bahwa masyarakat yang kontra terhadap program redenominasi mungkin khawatir atau trauma terhadap sanering yang pernah terjadi.
Untuk meyakinkan masyarakat, BI sudah melakukan studi banding di Turki yang sukses melakukan redenominasi pada tahun 2004. Selain itu redenominasi tidak akan segera diberlakukan melainkan akan melalui proses tahapan hingga masyarakat benar-benar paham.
"Untuk membiasakan masyarakat awam, pada awalnya, pedagang harus mencantumkan barang dagangannya dengan dua label. Misalkan barang A dijual Rp 10.000 pecahan lama dan Rp 10 pecahan redenominasi. Sehingga masyarakat menjadi terbiasa. Dan ini butuh proses panjang," demikian Difi A Johansyah. (Willy Pramudya)
Berikut Perbedaan Redenominasi dengan Sanering
Untuk
mencegah terjadinya salah pengertian antara redenominasi dan sanering,
Bank Indonesia memberikan perbedaan secara rinci seperti berikut ini.
1. Pengertian Redenominasi
Adalah penyederhanaan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi angka nol (digit) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Misalnya Rp 1.000 (seribu rupiah) menjadi Rp 1 (satu rupiah). Nilai kedua pecahan atau denominasi hasil redenominasi tersebut sama persis.
Sanering
Adalah pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang. Hal yang sama tidak dilakukan pada harga-harga barang, sehingga menyebabkan daya beli masyarakat menurun.
Catatan:
Hal yang sama secara bersamaan dilakukan juga pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat tidak berubah.
Contoh untuk satu (1) kilogram (kg) beras dengan harga Rp 5.000 per kg
Pada redenominasi
Bila terjadi redenominasi per seribu rupiah atau tiga angka nol (tiga digit) maka dengan uang sebesar Rp 5 (lima rupiah) orang tetap dapat membeli 1 kg beras karena harga 1 kg beras juga dinyatakan dalam satuan pecahan yang sama (baru).
Pada sanering
Bila terjadi sanering per seribu rupiah, maka dengan Rp 5 (lima rupiah) orang hanya dapat membeli 1/5.000 atau 0,005 kg beras.
2. Dampaknya dalam kehidupan
Pada redenominasi
Tidak ada kerugian yang ditimbulkan karena daya beli tetap sama.
Pada sanering
Menimbulkan banyak kerugian karena daya beli turun drastis.
3. Tujuan
Redenominasi
Bertujuan menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakuan transaksi.Tujuan berikutnya, mempersiapkan kesetaraan ekonomi suatu negara (Indonesia) dengan negara lain di tingkat yang lebih besar (regional, internasional).
Sanering
Bertujuan mengurangi jumlah uang yang beredar akibat lonjakan harga-harga. Hal ini dilakukan karena terjadi hiperinflasi (inflasi yang sangat tinggi).
4. Nilai uang terhadap barang
Pada redenominasi
Nilai uang terhadap barang tidak berubah karena hanya cara penyebutan dan penulisan pecahan uang saja yang disesuaikan.
Pada sanering
Nilai uang terhadap barang berubah menjadi lebih kecil, karena yang dipotong adalah nilainya.
5. Kondisi saat dilakukan
Redenominasi
Dilakukan pada saat kondisi makro ekonomi stabil atau mengalami pertumbuhan tumbuh dan inflasi terkendali.
Sanering
Dilakukan dalam kondisi makro ekonomi tidak sehat, atau tidak stabil dan inflasi sangat tinggi (hiperinflasi).
6. Ada masa transisi
Redenominasi
Dipersiapkan secara matang dan terukur hingga masyarakat dinilai siap. Persiapan matang dilakukan agar kebijakan seperti ini tidak menimbulkan gejolak di masyarakat.
Sanering
Biasanya dilakukan secara mendadak atau tidak ada masa transisi.
Pihak BI memaksudkan redenominasi sebagai penyederhanaan pecahan (denominasi) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi angka nol (digit) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut.
Namun banyak pihak merasa khawatir bahwa redenominasi akan berujung sama dengan sanering yang pernah diberlakukan di Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.
Sanering adalah pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang. Hal yang sama tidak dilakukan pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat menurun.
Agar muncul pemahaman yang tepat masyarakat perlu mengetahui perbedaan antara redenominasi dan sanering. Lalu apa perbedaan antara keduanya?
Menanggapi pertanyaan tersebut Kepala Biro Humas BI Difi A Johansyah menjelaskan bahwa redenominasi sangatlah berbeda dengan sanering yang pernah terjadi di Indonesia. Redenominasi adalah pemotongan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya.
"Contohnya begini, misalnya saat ini (sebelum dilakukan redenominasi-Red) seseorang membeli barang A dengan harga Rp 10.000 (sepuluh ribu rupiah uang lama). Jika kemudian diberlakukan redominasi uang Rp 1.000 menjadi Rp 1 (semua angka nolnya dikurangi atau dihilangkan), maka barang A tersebut harganya menjadi Rp 10 (uang baru hasil redenominasi). Sama saja kan? Rp 10.000 menjadi Rp 10. Cuma nolnya saja yang berkurang," tuturnya kepada Warta Kota.
Sementara sanering yang pernah terjadi di zaman pemerintahan Presiden Soekarno, adalah pemotongan nilai mata uang tetapi harga barangnya tetap sama dengan harga sebelum pemotongan dilakukan.
"Penjelasan mudahnya, misalkan saat ini harga rumah Rp 200 juta. Lalu diberlakukan sanering, nilai nol dari uang dikurangi tiga, tetapi harga rumah tetap saja Rp 200 juta. ini berarti masyarakat jadi dirugikan. Penghasilan turun, tetapi harga barang tetap. Akibatnya masyarakat menjadi miskin," katanya menjelaskan.
Perbedaan lainnya adalah sanering diberlakukan saat keuangan pemerintah sedang sakit dan krisis. Sedangkan redenominasi justru dilakukan setelah kondisi keuangan pemerintah sehat. Sehingga dengan adanya redenominasi ini keuangan pemerintah menjadi stabil.
Dikemukakan pula bahwa redenominasi dilakukan untuk dua tujuan. Pertama, untuk menghidupkan kembali pecahan rupiah terkecil yakni Rp 1 yang diatur oleh undang-undang. Kedua, meminimalkan pembulatan nilai pecahan di masyarakat.
"Saat ini kan misalnya harga barang Rp 800 dibulatkan menjadi Rp 1.000 ini sudah salah," katanya seraya mengaku menyadari bahwa masyarakat yang kontra terhadap program redenominasi mungkin khawatir atau trauma terhadap sanering yang pernah terjadi.
Untuk meyakinkan masyarakat, BI sudah melakukan studi banding di Turki yang sukses melakukan redenominasi pada tahun 2004. Selain itu redenominasi tidak akan segera diberlakukan melainkan akan melalui proses tahapan hingga masyarakat benar-benar paham.
"Untuk membiasakan masyarakat awam, pada awalnya, pedagang harus mencantumkan barang dagangannya dengan dua label. Misalkan barang A dijual Rp 10.000 pecahan lama dan Rp 10 pecahan redenominasi. Sehingga masyarakat menjadi terbiasa. Dan ini butuh proses panjang," demikian Difi A Johansyah. (Willy Pramudya)
Berikut Perbedaan Redenominasi dengan Sanering
1. Pengertian Redenominasi
Adalah penyederhanaan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi angka nol (digit) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Misalnya Rp 1.000 (seribu rupiah) menjadi Rp 1 (satu rupiah). Nilai kedua pecahan atau denominasi hasil redenominasi tersebut sama persis.
Sanering
Adalah pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang. Hal yang sama tidak dilakukan pada harga-harga barang, sehingga menyebabkan daya beli masyarakat menurun.
Catatan:
Hal yang sama secara bersamaan dilakukan juga pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat tidak berubah.
Contoh untuk satu (1) kilogram (kg) beras dengan harga Rp 5.000 per kg
Pada redenominasi
Bila terjadi redenominasi per seribu rupiah atau tiga angka nol (tiga digit) maka dengan uang sebesar Rp 5 (lima rupiah) orang tetap dapat membeli 1 kg beras karena harga 1 kg beras juga dinyatakan dalam satuan pecahan yang sama (baru).
Pada sanering
Bila terjadi sanering per seribu rupiah, maka dengan Rp 5 (lima rupiah) orang hanya dapat membeli 1/5.000 atau 0,005 kg beras.
2. Dampaknya dalam kehidupan
Pada redenominasi
Tidak ada kerugian yang ditimbulkan karena daya beli tetap sama.
Pada sanering
Menimbulkan banyak kerugian karena daya beli turun drastis.
3. Tujuan
Redenominasi
Bertujuan menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakuan transaksi.Tujuan berikutnya, mempersiapkan kesetaraan ekonomi suatu negara (Indonesia) dengan negara lain di tingkat yang lebih besar (regional, internasional).
Sanering
Bertujuan mengurangi jumlah uang yang beredar akibat lonjakan harga-harga. Hal ini dilakukan karena terjadi hiperinflasi (inflasi yang sangat tinggi).
4. Nilai uang terhadap barang
Pada redenominasi
Nilai uang terhadap barang tidak berubah karena hanya cara penyebutan dan penulisan pecahan uang saja yang disesuaikan.
Pada sanering
Nilai uang terhadap barang berubah menjadi lebih kecil, karena yang dipotong adalah nilainya.
5. Kondisi saat dilakukan
Redenominasi
Dilakukan pada saat kondisi makro ekonomi stabil atau mengalami pertumbuhan tumbuh dan inflasi terkendali.
Sanering
Dilakukan dalam kondisi makro ekonomi tidak sehat, atau tidak stabil dan inflasi sangat tinggi (hiperinflasi).
6. Ada masa transisi
Redenominasi
Dipersiapkan secara matang dan terukur hingga masyarakat dinilai siap. Persiapan matang dilakukan agar kebijakan seperti ini tidak menimbulkan gejolak di masyarakat.
Sanering
Biasanya dilakukan secara mendadak atau tidak ada masa transisi.
Penulis : Willy Pramudya, sumber: humas Bank Indonesia
Sumber : http://www.wartakota.co.id/, Rabu, 4 Agustus 2010, 17:35 WIB
Komentar
Posting Komentar