Selayang Pandang Keterkaitan Antara IQ, EQ dan SQ.
Manusia
adalah makhluk yang paling cerdas, dan Tuhan, melengkapi manusia dengan
komponen kecerdasan yang paling kompleks. Sejumlah temuan para ahli
mengarah pada fakta bahwa manusia adalah makhluk yang diciptakan paling
unggul dan akan menjadi unggul asalkan bisa menggunakan keunggulannya.
Kemampuan menggunakan keunggulan ini dikatakan oleh William W Hewitt,
pengarang buku The Mind Power, sebagai faktor yang membedakan antara
orang jenius dan orang yang tidak jenius di bidangnya.
Sayangnya,
menurut Leonardo Da Vinci, kebanyakan manusia me-nganggur-kan
kecerdasan itu. Punya mata hanya untuk melihat tetapi tidak untuk
memperhatikan, punya perasaan hanya untuk merasakan tetapi tidak untuk
menyadari, punya telinga hanya untuk mendengar tetapi tidak untuk
mendengarkan dan seterusnya.
Penemuan Seputar Kecerdasan
Thorndike
adalah salah satu ahli yang membagi kecerdasan manusia menjadi tiga,
yaitu kecerdasan Abstrak -- Kemampuan memahami simbol matematis atau
bahasa, Kecerdasan Kongkrit -- kemampuan memahami objek nyata dan
Kecerdasan Sosial – kemampuan untuk memahami dan mengelola hubungan
manusia yang dikatakan menjadi akar istilah Kecerdasan Emosional (
Stephen Jay Could, On Intelligence, Monash University: 1994)
Pakar
lain seperti Charles Handy juga punya daftar kecerdasan yang lebih
banyak, yaitu: Kecerdasan Logika (menalar dan menghitung), Kecerdasan
Praktek (kemampuan mempraktekkan ide), Kecerdasan Verbal (bahasa
komunikasi), Kecerdasan Musik, Kecerdasan Intrapersonal (berhubungan ke
dalam diri), Kecerdasan Interpersonal (berhubungan ke luar diri dengan
orang lain) dan Kecerdasan Spasial (Inside Organizaion: 1990)
Bahkan
pakar Psikologi semacam Howard Gardner & Associates konon memiliki
daftar 25 nama kecerdasan manusia termasuk misalnya saja Kecerdasan
Visual / Spasial, Kecerdasan Natural (kemampuan untuk menyelaraksan diri
dengan alam), atau Kecerdasan Linguistik (kemampuan membaca, menulis,
berkata-kata), Kecerdasan Logika (menalar atau menghitung), Kecerdasan
Kinestik / Fisik (kemampuan mengolah fisik seperti penari, atlet, dll),
Kecerdasan sosial yang dibagi menjadi Intrapersonal dan Interpersonal
(Dr. Steve Hallam, Creative and leadership, Colloquium in Business,
Fall: 2002).
Keterkaitan Kecerdasan Intelektual, Emosional & Spiritual
1. Seputar Kecerdasan Intelektual (IQ)
Sudah
bertahun-tahun dunia akademik, dunia militer (sistem rekrutmen dan
promosi personel militer) dan dunia kerja, menggunakan IQ sebagai
standar mengukur kecerdasan seseorang. Tetapi namanya juga temuan
manusia, istilah tehnis yang berasal dari hasil kerja Alfred Binet ini
(1857 – 1911) lama kelamaan mendapat sorotan dari para ahli dan mereka
mencatat sedikitnya ada dua kelemahan (bukan kesalahan) yang menuntut
untuk diperbaruhi, yaitu:
a. Pemahaman absolut terhadap skor IQ .
Steve
Hallam berpandangan, pendapat yang menyatakan kecerdasan manusia itu
sudah seperti angka mati dan tidak bisa diubah, adalah tidak tepat.
Penemuan modern menunjuk pada fakta bahwa kecerdasan manusia itu hanya
42% yang dibawa dari lahir, sementara sisanya, 58% merupakan hasil dari
proses belajar.
b. Cakupan kecerdasan manusia : kecerdasan nalar, matematika dan logika
Steve
Hallam sekali lagi mengatakan bahwa pandangan tersebut tidaklah tepat,
sebab dewasa ini makin banyak pembuktian yang mengarah pada fakta bahwa
kecerdasan manusia itu bermacam-macam. Buktinya, Michael Jordan
dikatakan cerdas selama berhubungan dengan bola basket. Mozart dikatakan
cerdas selama berurusan dengan musik. Mike Tyson dikatakan cerdas
selama berhubungan dengan ring tinju.
2. Seputar Kecerdasan Emosional (EQ)
Daniel
Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994) menyatakan bahwa
“kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan
sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun faktor-faktor yang disebut
Kecerdasan Emosional. Dari nama tehnis itu ada yang berpendapat bahwa
kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang
yang ber-EQ tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam
dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya sendiri dan
bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan
bermanfaat
3. Seputar Kecerdasan Spiritual (SQ)
Danah
Zohar, penggagas istilah tehnis SQ (Kecerdasan Spiritual) dikatakan
bahwa kalau IQ bekerja untuk melihat ke luar (mata pikiran), dan EQ
bekerja mengolah yang di dalam (telinga perasaan), maka SQ (spiritual
quotient) menunjuk pada kondisi ‘pusat-diri’ ( Danah Zohar & Ian
Marshall: SQ the ultimate intelligence: 2001).
Kecerdasan
ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat
internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna
yang ada di balik kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan ini bukan
kecerdasan agama dalam versi yang dibatasi oleh kepentingan-pengertian
manusia dan sudah menjadi ter-kavling-kavling sedemikian rupa.
Kecerdasan spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa. Orang yang
ber – SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna
positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang
dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu
membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.
Penerapan IQ-EQ-SQ Dalam Kehidupan
IQ,
EQ, dan SQ bisa digunakan dalam mengambil keputusan tentang hidup kita.
Seperti yang kita alami setiap hari, keputusan yang kita buat, berasal
dari proses :
1. merumuskan keputusan,
2. menjalankan keputusan atau eksekusi,
3. menyikapi hasil pelaksanaan keputusan.
Rumusan
keputusan itu seyogyanya didasarkan pada fakta yang kita temukan di
lapangan realita (apa yang terjadi) – bukan berdasarkan pada kebiasaan
atau preferensi pribadi suka – tidak suka. Kita bisa menggunakan IQ yang
menonjolkan kemampuan logika berpikir untuk menemukan fakta obyektif,
akurat, dan untuk memprediksi resiko, melihat konsekuensi dari setiap
pilihan keputusan yang ada.
Rencana
keputusan yang hendak kita ambil – hasil dari penyaringan logika, juga
tidak bisa begitu saja diterapkan, semata-mata demi kepentingan dan
keuntungan diri kita sendiri. Bagaimana pun, kita hidup bersama dan
dalam proses interaksi yang konstan dengan orang lain. Oleh sebab itu,
salah satu kemampuan EQ, yaitu kemampuan memahami (empati) kebutuhan dan
perasaan orang lain menjadi faktor penting dalam menimbang dan
memutuskan. Banyak fakta dan dinamika dalam hidup ini, yang harus
dipertimbangkan, sehingga kita tidak bisa menggunakan rumusan logika –
matematis untung rugi.
Kita
pun sering menjumpai kenyataan, bahwa faktor human touch, turut
mempengaruhi penerimaan atau penolakan seseorang terhadap kita
(perlakuan kita, ide-ide atau bahkan bantuan yang kita tawarkan pada
mereka). Salah satu contoh kongkrit, di Indonesia, budaya “kekeluargaan”
sangat kental mendominasi dan mempengaruhi perjanjian bisnis, atau
bahkan penyelesaian konflik.
Kesimpulan
Perlu
diakui bahwa IQ, EQ dan SQ adalah perangkat yang bekerja dalam satu
kesatuan sistem yang saling terkait (interconnected) di dalam diri kita,
sehingga tak mungkin juga kita pisah-pisahkan fungsinya. Berhubungan
dengan orang lain tetap membutuhkan otak dan keyakinan sama halnya
dengan keyakinan yang tetap membutuhkan otak dan perasaan. Seperti kata
Thomas Jefferson atau Anthony Robbins, meskipun keputusan yang dibuat
harus berdasarkan pengetahuan dan keyakinan sekuat batu karang, tetapi
dalam pelaksanaannya, perlu dijalankan se-fleksibel orang berenang.
Aplikasi
keputusan dengan IQ, EQ, dan SQ ini hanyalah satu dari sekian tak
terhitung cara hidup, dan seperti kata Bruce Lee, strategi yang paling
baik adalah strategi yang kita temukan sendiri di dalam diri kita.
“Kalau kamu berkelahi hanya berpaku pada penggunaan strategi yang
diajarkan buku di kelas, namanya bukan berkelahi (tetapi belajar
berkelahi)”.
Sumber : http://entrepreneurshiplearningcenter.blogspot.com/
Komentar
Posting Komentar