Mengenal Dr. Warsito Taruno, Si Penemu Tomografi Volumetric 4D berbasis ECTV.
Doktor lulusan Universitas Shizuoka, Jepang ini dikenal sebagai penemu ECVT, sebuah teknologi yang jauh lebi canggih dibandingkan dengan teknologi yang digunakan pada CT Scan atau MRI. Bersama timnya di CTECH Labs Edwar Technology. Ketua Umum Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia (MITI) ini membuat berbagai terobosan diantaranya menciptakan alat pembasmi kanker otak dan payudara.
Pria bernama lengkap Warsito Purwo Taruno ini lahir di Karang Anyar, Surakarta, Jawa Tengah, 15 Mei 1967. Sama seperti anak desa pada umumnya, Warsito menghabiskan masa kanak-kanaknya dengan bermain di sawah dan memelihara ternak. Meski demikian, anak keenam dari delapan bersaudara ini termasuk siswa yang cemerlang. Dia gemar membaca buku apa saja tanpa mengenal waktu dan tempat. Kecerdasan Warsito juga tidak bisa dilepaskan dari peranan kedua orang tuanya. Sang ayah selalu mendorongnya untuk selalu maju. Sedangkan ibunya selalu memotivasi agar melakukan segala sesuatu pekerjaan dengan dasar ketulusan dan ketabahan.
Setelah lulus dari SMAN 1 Karanganyar, Solo pada tahun 1986, Warsito muda melanjutkan sekolah ke Fakultas Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada (UGM). Namun, belum genap sebulan kuliah, ia berhenti dari UGM karena mendapatkan beasiswa ke Jepang. Studi S-1, ia tempuh di Tokyo international Japanese School, Tokyo, tamat tahun 1988. Kemudian ia melanjutkan studi ke jenjang S-2 di Shizouka University jurusan Chemical Engineering, lulus tahun 1992.
Masih di universitas yang sama, Warsito kemudian meraih gelar M.Eng tahun 1994 dan gelar Ph.D Electronic Science and Technology tahun 1997. Di universitas tersebut, Warsito pernah menjadi staf peneliti dan asisten dosen selama 2 tahun.
Saat menyelesaikan tugas akhir mahasiswa S-1 di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia, Universitas Shizuoka, Jepang, tahun 1991, Dr. Warsito mulai tertarik dengan sebuah riset tentang menembus pandang sebuah objek (belakangan disebut tomografi). Ketika itu, peraih Achmad Bakrie Award 2009 ini ingin membuat teknologi yang mampu “melihat” tembus dinding reaktor yang terbuat dari baja atau obyek yang opaque (tak tembus cahaya). Dia lantas melakukan riset di Laboratorium of Molecular Transport di bawah bimbingan Profesor Shigeo Uchida.
Setelah menyelesaikan pendidikan S-3, Dr. Warsito menghadiri sebuah konferensi di Belanda dan bertemu dengan seorang profesor dari Amerika yang kemudian mengajaknya melakukan riset di Amerika. Pada tahun 1999, dia hijrah ke Amerika Serikat dan bertemu dengan Professor Liang-Shih Fan dari Ohio State University (OSU). Keduanya bekerja sama di laboratorium Industrial Research Consortium milik OSU dan mengembangkan riset tomografi volumetrik.
Di tengah kesibukan melakukan riset bersama 15 ilmuwan lain di OSU, Dr. Warsito meluangkan waktu menulis di sejumlah jurnal ilmiah bertaraf internasional. Tak jarang, ia juga dipercaya menjadi pembicara utama dalam sejumlah forum ilmuwan dunia. Sepanjang tahun 2003-2006 itu, ia mencurahkan waktu dan tenaga melakukan riset di Amerika dan sesekali pulang ke Indonesia.
Pulang dari Amerika, Dr. Warsito kemudian mengembangkan Center for Tomography Research Laboratory (CTECH Labs) Edwar Technology, pusat riset dan produksi sistem tomografi 4D yang pertama di dunia, di sebuah ruko dua lantai yang berpusat di Tangerang, Banten. Lantai pertama ruko itu dijadikan warnet dan lantai ke dua adalah labs. Di ruko inilah, Dr Warsito bersama kawan-kawannya ingin mewujudkan cita-cita membangun institusi riset yang tidak kalah dengan institusi riset mana pun di dunia. Dari tempat itu pulalah, lahir teknologi Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT).
Langkah Dr. Warsito sebagai peneliti sempat goyah karena hasil risetnya hilang tak berbekas. Komputer kerjanya hangus terbakar tersambar petir dan laptopnya pun tiba-tiba jebol. Riset bertahun-tahun untuk menciptakan alat pemindai empat dimensi (4D) berbasis teknologi ECVT, hilang begitu saja. Hal itu membuat Dr. Warsito menjadi stres dan bingung.
Untunglah, Dr. Warsito tidak mau terpuruk terlalu lama. Ia membongkar arsip dan catatan risetnya mulai dari awal. Untuk mewujudkan impiannya kembali, ia membentuk satu tim ahli dari CTECH Labs.
Kerja keras Dr. Warsito akhirnya menuai hasil. Pada tahun 2004, risetnya selesai tapi masih dalam bentuk prototipe. Meski begitu, temuannya segera menjadi incaran sejumlah perusahaan minyak terkemuka di Amerika dan lembaga antariksa NASA. Sebab teknologi temuan Dr. Warsito mengungguli kemampuan CT Scan dan MRI. Teknologi pemindai 4D pertama di dunia itu kemudian dipatenkan Dr. Warsito di Amerika Serikat pada lembaga paten internasional PTO/WO bernomor 60/664,026 tahun 2005 dan 60/760,529 tahun 2006.
Teknologi ECVT ciptaan Dr. Warsito itu kemudian menjadi berita utama di mana-mana. Diantaranya, berita yang dirilis oleh Ohio State Research News pada 27 Maret 2006 dan kemudian dikutip oleh Science Daily (AS), Scenta (Inggris), Chemical Online, Electronics Weekly dan hampir seluruh media pemberitaan iptek di segala bidang dari energi, kedokteran, fisika, biologi, kimia, industri, elektronika hingga nano-teknologi dan antariksa di seluruh dunia.
Pada dasarnya, ECVT atau Electrical Capacitance Volume Tomography mirip dengan USG / CT Scan dan MRI yang banyak digunakan di dunia medis. Namun tak seperti CT Scan dan MRI yang hanya digunakan untuk melihat apa yang terjadi di dalam tubuh manusia, ECVT jauh lebih canggih karena pasien tak perlu masuk ke dalam tabung seperti alat MRI yang cuma menampilkan gambar dua dimensi. Sistem ECVT ini terdiri dari sistem sensor, sistem data akuisisi dan perangkat komputer untuk kontrol, rekonstruksi data dan display.
4-D Photoacoustic Tomography
Dengan teknologi ini, pemindaian bisa dilakukan dari luar, tanpa menyentuh obyek bahkan obyek skala nano dan obyek yang bergerak dengan kecepatan tinggi bisa terlihat. “Jadi bisa 4D yakni tiga dimensi ruang dan satu dimensi waktu (real time). Aplikasi dan terapan teknologi ini pun sangat luas mulai dari reaktor yang dipakai di pabrik-pabrik, pertambangan, tubuh manusia, obyek-obyek skala nano, hingga perut bumi,” ujar Dr. Warsito.
Dalam pengembangannya, teknologi ECVT sudah diakui bahkan dipakai lembaga antariksa Amerika (NASA), Exxon Mobil, BP Oil, Shell, Conoco Phillips, Dow Chemical, mistubishi Kimia termasuk Departemen Energi AS (Morgantown National Laboratory). Sedangkan di Indonesia sendiri, teknologi ini digunakan untuk pemindaian tabung gas bertekanan tinggi, seperti kendaraan berbahan bakar gas Bus Transjakarta.
Hingga saat ini, CTECH Labs Edwar Technology masih terus mengembangkan teknologi tomografi volumetric untuk berbagai aplikasi. Meskipun masih berskala kecil, institusi yang dibangunnya mempunyai reputasi tinggi di dunia dan telah mampu menjalin kerja sama riset dengan lembaga riset dan universitas kelas dunia seperti Ohio State University (OH, AS), National Natural Scince Laboratory of Japan (RIKEN, Japan), Nanyang Technology University (Singapore) dan Universiti Kebangsaan Malaysia (Malaysia).
Temukan Alat Pembasmi Kanker.
Alat terbaru yang sedang dikembangkan Dr. Warsito dan timnya adalah alat pembasmi kanker otak dan kanker payudara. Alat yang berbasis teknologi ECVT itu terdiri dari empat perangkat yakni brain activity scanner, breast activity scanner, brain cancer electro capacitive therapy, dan breast cancer electro capacitive therapy.
Brain activity scanner dibuat Dr. Warsito sejak Juni 2010. Alat tersebut berfungsi mempelajari aktivitas otak manusia secara tiga dimensi. Bentuk alat tersebut mirip helm dengan puluhan lubang connector yang dihubungkan dengan sebuah stasiun data akuisisi yang tersambung dengan sebuah komputer. Alat itu bisa mendeteksi ada tidaknya sel kanker di otak. Dengan alat itu, dokter juga bisa melihat seberapa parah kanker otak yang diderita pasien. Sementara itu, breast activity scanner diciptakan pada September 2011 juga berfungsi mendeteksi adanya sel kanker di tubuh.
Selain dua alat tersebut, Dr. Warsito melengkapinya dengan membuat brain cancer electro capacitive therapy dan breast cancer electro capacitive therapy. Dua alat berbasis gelombang listrik statis dengan tenaga baterai itu terbukti dapat membunuh sel kanker hingga tuntas hanya dalam waktu dua bulan. Setelah menggunakan alat ini, reaksi tubuh pasien akan mengeluarkan keringat atau urin berlendir dan bau yang menandakan alat tersebut bekerja dengan baik.
Warsito telah membuktikan keampuhan alat ciptaannya kepada kakak perempuannya yang menderita kanker payudara stadium IV. Dalam waktu beberapa bulan setelah pemakaian, hasil tes laboratorium menyatakan bahwa sang kakak dinyatakan bersih dari sel kanker yang hampir merenggut nyawa itu.
Untuk brain cancer electro capacitive therapy, Dr. Warsito mencoba mengenakannya kepada seorang pemuda berusia 21 tahun yang menderita penyakit kanker otak kecil (cerebellum). Kondisi pemuda itu sudah parah, lumpuh total dan tidak bisa menelan makanan atau minuman. Dalam terapi ini, Dr. Warsito bekerja sama dengan tim dokter ahli radiologi dan onkologi dari sebuah rumah sakit besar di Jakarta. Setelah seminggu pemakaian alat tersebut, pemuda itu sudah bisa bangun dari tempat tidur serta menggerakkan tangan dan kaki. Setelah dua bulan pemakaian, pemuda tersebut sudah dinyatakan sembuh total.
Meski sudah mendapatkan hasil yang luar biasa, Dr. Warsito mengakui bahwa alat yang sudah dipakai oleh pasien di Indonesia, India Malaysia, Singapore, Amerika, Eropa, China, dan Taiwan itu, masih dalam taraf penelitian yang perlu dielaborasi lebih jauh. “Perlu kajian dan penelitian lebih lanjut. Mungkin ada hal-hal yang kami belum ketahui, khususnya dalam dunia medis,” katanya merendah seperti dikutip dari situs miti.or.id. Di sisi lain, para onkolog atau dokter ahli kanker juga masih berhati-hati menyikapi temuan Dr. Warsito yang diklaim bisa menyembuhkan kanker payudara itu.
Berkat kerja keras dan peranannya dalam mengharumkan dunia sains Indonesia di mata internasional, Dr. Warsito sudah dianugerahi sejumlah penghargaan. Ayah empat putra ini pernah menerima Achmad Bakrie Award 2009 ; terpilih menjadi salah satu dari “100 Tokoh Kebangkitan Indonesia” Versi Majalah Gatra tahun 2008 ; “10 Tokoh yang Mengubah Indonesia” versi majalah Tempo tahun 2006 ; Anugerah dari American Institute of Chemist Foundation Outstanding Post-doctoral Award tahun 2002. Ia juga menjadi lulusan terbaik bidang kimia di Universitas Shizouka. Bahkan di awal kariernya pada 1985, Dr. Warsito sempat meraih Baiquni Award bidang sains dan matematika dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Dr. Warsito juga termasuk dalam 16 ilmuwan Indonesia yang diberi kesempatan unjuk gigi di depan Douglas D Osheroff, peraih Nobel Fisika 1996 yang berkunjung ke Indonesia.
Demi memajukan dunia penelitian di Indonesia, Dr. Warsito ikut mendirikan organisasi bernama Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia (MITI). Sejak tahun 2005, Dr. Warsito yang didaulat menjadi Ketua Umum MITI, telah membangun jaringan MITI di seluruh Indonesia dan luar negeri terutama MITI-Mahasiswa di lebih dari 50 kampus di 26 propinsi di seluruh Indonesia. Program utama yang dilancarkan MITI adalah meningkatkan kualitas akademis dan kemampuan riset mahasiswa Indonesia, serta membantu pengembangan SDM mahasiswa Indonesia.
Dr. Warsito juga tercatat aktif sebagai anggota Majelis Pertimbangan Pusat (MPP) Partai Keadilan Sejahtera di Komisi Kebijakan Publik yang salah satunya bertanggung jawab langsung dalam merancang dan menyusun Platform Pembangunan PKS Bidang Perekonomian. Ekonomi adalah bidang kedua yang digelutinya secara otodidak sejak tahun 1994.
Perkembangan Dunia Sains Indonesia.
Suami dari Rita Chaerunissa ini sudah lama menyimpan gundah terhadap nasib peneliti di Indonesia. Hasil riset para peneliti hanya menjadi syarat kelulusan sebuah studi. Kerja keras mereka akhirnya hanya untuk kepentingan akademik dan publikasi ilmiah. Belum lagi wadah yang terbatas dan interaksi antar ilmuwan di ajang internasional yang masih lemah. Tantangan nyata dari industri juga minim.
Dalam makalah yang disampaikannya di sebuah seminar, Dr. Warsito menyatakan bahwa jaringan ilmiah internasional merupakan salah satu kunci penting keberhasilan inovasi teknologi Indonesia. Dengan jaringan ilmiah tersebut kita dapat menguatkan sumber daya manusia lokal dan pemasaran produk ilmiah yang berupa teknologi itu sendiri.
Selain itu, skill individu manusia Indonesia terbukti banyak yang menonjol bahkan tidak kalah dengan negara lain. Bahkan banyak dari mereka berada di luar negeri dan itu adalah posisi yang strategis. Oleh sebab itu, mereka harus dapat memanfaatkan keberadaannya untuk membangun bangsa Indonesia walaupun masih ada kekurangan di Tanah Air. Dukungan pemerintah Indonesia dalam perbaikan, fasilitas dan pengembangan dunia sains dan teknologi juga sangat dibutuhkan. Menurut Dr. Warsito, memberikan perhatian kepada kelompok kecil yang potensial jauh lebih efektif dibandingkan membangun industri dalam skala besar.
Sumber :
- http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/286-direktori/4104-terobosan-si-penemu-ecvt
- http://www.nature.com/srep/2013/130123/srep01113/full/srep01113.html
Komentar
Posting Komentar