Damarwulan vs Menakjingga, Legenda atau Sejarah Nyata Dalam Sejarah Majapahit ?
Dalam Serat Damarwulan, baik yang berbentuk prosa, tembang maupun Langendriyan, muncul nama-nama tokoh seperti seperti Damarwulan, Menakjingga, Kencanawungu, Logender, Layang Seta dan Layang Kumitir, Anjasmara, Ranggalawe, dan sebagainya. Dari keseluruhan nama tokoh yang disebutkan itu hanya nama Ranggalawe yang dikenal dalam buku sejarah seperti yang diajarkan di sekolah-sekolah. Ranggalawe adalah Bupati Tuban yang dituduh memberontak kepada Majapahit. Munculnya tokoh ini dalam cerita Damarwulan menjadi pintu masuk untuk meneliti apakah tokoh-tokoh lain yang disebut dalam cerita ini adalah benar-benar tokoh sejarah atau hanya tokoh-tokoh fiktif atau rekaan semata.
Dalam sejarah Majapahit Ranggalawe hidup pada masa pemerintahan dua raja yaitu Kertarajasa Jayawardana yang memerintah tahun 1294-1309, dan Kalagemet yang kemudian bergelar Jayanagara yang memerintah pada tahun 1309-1328. Ranggalawe adalah Adipati Tuban yang merupakan salah satu vassal Majapahit. Ia dituduh membangkang terhadap Majapahit dan tidak mau menghadap ke Majapahit, sehingga ia diperangi oleh pasukan Majapahit dan gugur dalam pertempuran itu pada tahun 1309.
Serat Damarwulan menggambarkan kisah yang justru bertolak belakang dengan fakta-fakta di atas. Dalam naskah ini, Ranggalawe justru gugur karena membela Majapahit melawan Menakjingga, Adipati Blambangan yang memberontak. Pada saat pemberontakan Menakjingga ini, Majapahit diperintah oleh seorang raja perempuan yang bergelar Kencanawungu. Dalam sejarah Majapahit memang dikenal dua orang perempuan yang menjadi raja, yaitu Tribuanatunggadewi Jayawisnuwardana yang menggantikan Kalagemet atau Jayawardana yang meninggal pada tahun 1328.
Arca Dewi Suhita
Raja perempuan yang lain adalah Dewi Suhita, yang naik tahta seabad sesudahnya yaitu pada tahun 1429. Ia menggantikan ayahnya Wikramawardana yang konon sempat memilih hidup sebagai seorang brahmana. Jika yang dimaksud dengan Kencanawungu adalah Suhita atau Tribuanatunggadewi maka jelas bahwa Ranggalawe yang diceritakan dalam Serat Damarwulan ini bukanlah Ranggalawe dalam pemberontakan melawan Majapahit, karena meraka hidup di jaman yang berbeda. Ranggalawe gugur pada tahun 1309 sedangkan Tribuanatunggadewi baru memerintah pada tahun 1328 dan Dewi Suhita baru memerintah pada tahun 1429.
Bagaimana dengan tokoh Menakjingga, Adipati Blambangan yang dalam Serat Damarwulan diceritakan diperangi oleh Majapahit karena memberontak dan ingin meminang Kencanawungu. Benarkah Menakjingga tak lain adalah Bhre Wirabumi seperti yang diduga oleh Pigeaud dan Brandes?
Jadi jelas bahwa motif pemberontakan Bhre Wirabumi adalah perebutan tahta, sedangkan dalam Serat Damarwulan diceritakan bahwa motif pemberontakan Menakjingga adalah karena Kencanawungu menolak lamarannya. Jika Bhre Wirabumi adalah Menakjingga, tampaknya agak aneh karena dengan demikian ia bermaksud mempersunting cucunya sendiri.
Kejanggalan lain adalah masalah temporal. Seperti disebut di atas bahwa Dewi Suhita baru memerintah pada tahun 1429 setelah ayahnya Wikramawardana mangkat. Kemungkinan besar bahwa niat Wikramawardana untuk mengangkat Dewi Suhita menggantikan dirinya pada tahun 1400 itu diurungkan setelah terjadi pemberontakan itu, dan putrinya baru benar-benar menjadi raja setelah ia meninggal. Dengan demikian sulit dipahami jika Bhre Wirabumi adalah sama dengan Menak Jingga karena Bhre Wirabumi yang gugur pada saat Perang Paregreg (1404-1406) terjadi pada masa pemerintahan Wikramawardana, sedangkan dalam Serat Damarwulan disebutkan bahwa Menakjingga tewas pada masa pemerintahan Kencanawungu atau Dewi Suhita. Hal ini sekaligus untuk memperjelas lagi bahwa Kencana Wungu dan Suhita sulit untuk diasosiasikan.
Damarwulan
Bagaimana dengan tokoh Damarwulan? Benarkan ia sebenarnya adalah Raden Gadjah seperti yang dikemukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Dalam sejarah Perang Paregrek diceritakan bahwa pada awalnya pasukan Majapahit mengalami kekalahan. Kemudian diutuslah Raden Gadjah sebagai panglima perang. Raden Gadjah berhasil mengusir pasukan Blambangan dan membunuh Brhe Wirabumi pada saat ia ingin melarikan diri dengan menumpang sebuah perahu. Raden Gadjah kemudian memenggal kepala Bhre Wirabumi dan dibawa ke Majapahit. Seperti dijelaskan sebelumnya peristiwa ini terjadi pada masa pemerintahan Wikramawardana. Hal yang menarik adalah bahwa pada tahun 1433, pada masa pemerintahan Dewi Suhita (1429-1447), Raden Gadjah dihukum mati sebagai pembalasan atas kematian Bhre Wirabumi.
Berdasarkan fakta-fakta di atas maka sulit dipahami jika Raden Gadjah ini disamakan dengan Damarwulan. Karena dalam Serat Damarwulan diceritakan bahwa setelah berhasil membunuh Menak Jingga ia dinobatkan menjadi Raja Majapahit dan mempersunting Kencanawungu sebagai permaisurinya. Hal ini tidak terjadi pada fakta-fakta yang ada tentang riwayat Raden Gadjah. Fakta lain yang dapat membantah asosiasi Raden Dadjah-Damarwulan ini disebutkan bahwa suami Dewi Suhita bukanlah Raden Gadjah tetapi Bhre Prameswara. Apakah Brhe Prameswara ini adalah nama lain dari Raden Gadjah? Tampaknya juga bukan, karena disebutkan bahwa Raden Gadjah dihukum mati pada tahun 1433, sedangkan Bhre Prameswara baru mangkat 13 tahun kemudian, yaitu pada tahun 1446.
Stutterheim memiliki pandangan lain, bahwa Damarwulan adalah Kertawardana, suami Tribuanatunggadewi yang diasosiasikan dengan Kencanawungu, sedangkan Menakjingga adalah adipati Sadeng. Pendapat Stutterheim ini didasarkan pada Serat Pararaton, dimana didalamnya menyebut Anjasmara sebagai selir Kertawardana. Dalam serat Damarwulan Anjasmara adalah selir Damarwulan, putri Patih Majapahit, Logender, dan memiliki saudara kembar bernama Layangseta dan Layangkumitir.
Pendapat Sutterheim ini mengandung beberapa permasalahan. Memang pada masa pemerintahan Tribuanatunggadewi, Majapahit pernah menghadapi pemberontakan dari Sadeng yang terletak di Besuki yang juga wilayah kekuasaan Blambangan. Namun pemberontakan ini dapat segera dipadamkan karena kecakapan Patih Gadjah Mada. Dalam menumpas pemberontakan Sadeng ini ada persaingan antara Patih Gadjah Mada dengan seorang tokoh yang bernama Ra Kembar. Ra kembar sangat iri kepada Gadjah Mada yang diberi kepercayaan Ratu untuk menumpas pemberontakan ini. Oleh karena itu iapun melakukan upaya-upaya untuk mendapatkan perhatian ratu dengan ikut terlibat dalam penumpasan pemberontakan Sadeng ini. Di akhir pemberontakan Sadeng terjadi duel antara Gadjah Mada dan Ra Kembar yang kemudian ditandai sebagai sebuah episode terpenting dari sejarah Majapahit, karena dalam peristiwa itulah sumpah Gadjah Mada yang terkenal, “Sumpah Palapa” diucapkan. Dalam duel ini Gadjah Mada berhasil mengalahkan Ra Kembar, dan atas jasa-jasanya ia diangkat sebagai Patih Majapahit.
Tokoh Ra Kembar ini diasosiasikan dengan Layangseta dan Layangkumitir dalam cerita Damarwulan. Layangseta dan Layangkumitir ini adalah saudara kembar putra patih Majapahit, Logender. Diceritakan dua-duanya sangat berambisi juga mendapatkan kedudukan tertinggi di Majapahit dan ikut serta memerangi Menakjingga untuk mendapat perhatian Kencanawungu. Dua tokoh kembar ini memiliki ciri yang mirip dengan tokoh Ra Kembar yang juga sangat ambisius, licik dan berkhianat. Di akhir pemberontakan Menankjingga memang terjadi duel antara Damarwulan melawan Layangseta dan Layangkumitir. Dalam duel ini Damarwulan berhasil mengalahkan Layangseta dan Layangkumitir, dan atas jasanya ia diangkat menjadi raja dan menjadi suami Kencanawungu. Dari perbandingan ini disimpulkan bahwa Damarwulan adalah Gadjah Mada. Di sinilah letak kejanggalan itu, karena pada saat yang sama Damarwulan diasosiasikan dengan Kertawardana. Padahal dalam sejarah Kertawardana dan Gadjahmada adalah tokoh yang berbeda. Dalam sejarah Gadjah Mada tidak pernah memperistri Tribuanatunggadewi dan tidak pernah dinobatkan menjadi raja Majapahit, sedangkan dalam Serat Damarwulan diceritakan Damarwulan meperistri Kencanawungu sekaligus dinobatkan menjadi raja Majapahit.
Dari upaya-upaya perbandingan di atas maka dapat disimpulkan bahwa rupanya akan sia-sia untuk memaksakan bahwa tokoh-tokoh yang disebutkan dalam Serat Damarwulan, termasuk Adipati Ranggalawe dalam cerita itu, adalah tokoh-tokoh yang pernah ada dalam sejarah.
Dengan kata lain Serat Damarwulan adalah cerita rekaan belaka yang diasosiasikan dengan peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi selama periode kejayaan Majapahit. Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya adalah mengapa penulis Serat Damarwulan meletakkan ceritaanya dalam konteks sejarah Majapahit? Siapa sebenarnya pencipta Serat Damarwulan, kapan naskah ini pertama kali diciptakan dan untuk kepentingan apa naskah Damarwulan ini diciptakan?
Penulis : S. Margana
Sumber : http://marganathefrontier.blogspot.com/, Senin, 20 September 2010.
Komentar
Posting Komentar