Mengenal Diabetes Melitus.
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup.
Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas, yang bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang normal. Insulin memasukkan gula ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi.
Nah, berapa kadar gula darah yang disebut tinggi? Menurut kriteria diagnostik PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) 2006, seseorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa >126 mg/dL dan pada tes sewaktu >200 mg/dL.
Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi dimana akan meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam.
Kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya.
Peningkatan kadar gula darah setelah makan atau minum merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan.
Penyebab dan Tipe Diabetes Mellitus
Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan respon yang tepat terhadap insulin.
Ada 2 tipe Diabetes Mellitus, yaitu:
- Diabetes Mellitus tipe 1 (diabetes yang tergantung kepada insulin)
- Diabettes Mellitus tipe 2 (diabetes yang tidak tergantung kepada insulin, NIDDM)
- Penyebab diabetes lainnya adalah:
- Kadar kortikosteroid yang tinggi
- Kehamilan diabetes gestasional), akan hilang setelah melahirkan.
- Obat-obatan yang dapat merusak pankreas.
- Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.
Sulitnya Membaca Gejala Diabetes
Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan dikeluarkan melalui air kemih.
Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri). Akibatnya, maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi).
Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, sehingga penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi).
Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan tubuh selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang gula darahnya kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi.
Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan dikeluarkan melalui air kemih.
Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, sehingga penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi).
Pada penderita diabetes tipe 1, terjadi suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Meskipun kadar gula di dalam darah tinggi tetapi sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, sehingga sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain.
Sumber untuk energi dapat berasal dari lemak tubuh. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis).
Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah.
Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam.
Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe 1 bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit yang serius.
Penderita diabetes tipe 2 bisa tidak menunjukkan gejala-gejala selama beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis.
Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.
Sumber untuk energi dapat berasal dari lemak tubuh. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis).
Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah.
Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam.
Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe 1 bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit yang serius.
Penderita diabetes tipe 2 bisa tidak menunjukkan gejala-gejala selama beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis.
Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.
Mendiagnosis Diabetes Melitus
Diagnosis diabetes ditegakkan berdasarkan gejalanya yaitu 3P (polidipsi, polifagi, poliuri) dan hasil pemeriksaan darah yang menunjukkan kadar gula darah yang tinggi (tidak normal). Untuk mengukur kadar gula darah, contoh darah biasanya diambil setelah penderita berpuasa selama 8 jam atau bisa juga diambil setelah makan.
Perlu perhatian khusus bagi penderita yang berusia di atas 65 tahun. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan setelah berpuasa dan jangan setelah makan karena usia lanjut memiliki peningkatan gula darah yang lebih tinggi.
Perlu perhatian khusus bagi penderita yang berusia di atas 65 tahun. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan setelah berpuasa dan jangan setelah makan karena usia lanjut memiliki peningkatan gula darah yang lebih tinggi.
Pemeriksaan darah lainnya yang bisa dilakukan adalah tes toleransi glukosa. Tes ini dilakukan pada keadaan tertentu, misalnya pada wanita hamil. Hal ini untuk mendeteksi diabetes yang sering terjadi pada wanita hamil.
Penderita berpuasa dan contoh darahnya diambil untuk mengukur kadar gula darah puasa. Lalu penderita diminta meminum larutan khusus yang mengandung sejumlah glukosa dan 2-3 jam kemudian contoh darah diambil lagi untuk diperiksa.
Hasil glukosa contoh darah dibandingkan dengan kriteria diagnostik gula darah terbaru yang dikeluarkan oleh PERKENI tahun 2006.
Sebelum berkembang menjadi diabetes tipe 2, biasanya selalu menderita pra-diabetes, yang memiliki gejala tingkat gula darah lebih tinggi dari normal tetapi tidak cukup tinggi untuk didiagnosa diabetes. Setidaknya 20% dari populasi usia 40 hingga 74 tahun menderita pra-diabetes.
Penelitian menunjukkan beberapa kerusakan dalam jangka panjang, terutama pada jantung dan sistem peredaran darah selama pra-diabetes ini. Dengan pre-diabetes, anda akan memiliki resiko satu setengah kali lebih besar terkena penyakit jantung. Saat Anda menderita diabetes, maka risiko naik menjadi 2 hingga 4 kali.
Akan tetapi, pada beberapa orang yang memiliki pra-diabetes, kemungkinan untuk menjadi diabetes dapat ditunda atau dicegah dengan perubahan gaya hidup. Diabetes dan pra-diabetes dapat muncul pada orang-orang dengan umur dan ras yang beragam, tetapi ada kelompok tertentu yang memiliki resiko lebih tinggi.
Komplikasi Diabetes bisa Mematikan
komplikasi diabetesDiabetes merupakan penyakit yang memiliki komplikasi (menyebabkan terjadinya penyakit lain) yang paling banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus menerus, sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya.
Zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju ke kulit dan saraf.
Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita diabetes.
Sirkulasi darah yang buruk ini melalui pembuluh darah besar (makro) bisa melukai otak, jantung, dan pembuluh darah kaki (makroangiopati), sedangkan pembuluh darah kecil (mikro) bisa melukai mata, ginjal, saraf dan kulit serta memperlambat penyembuhan luka.
Kerusakan pada pembuluh darah mata bisa menyebabkan gangguan penglihatan akibat kerusakan pada retina mata (retinopati diabetikum). Kelainan fungsi ginjal bisa menyebabkan gagal ginjal sehingga penderita harus menjalani cuci darah (dialisa).
Gangguan pada saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk. Jika satu saraf mengalami kelainan fungsi (mononeuropati), maka sebuah lengan atau tungkai biasa secara tiba-tiba menjadi lemah.
Jika saraf yang menuju ke tangan, tungkai dan kaki mengalami kerusakan (polineuropati diabetikum), maka pada lengan dan tungkai bisa dirasakan kesemutan atau nyeri seperti terbakar dan kelemahan.
Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit lebih sering mengalami cedera karena penderita tidak dapat meradakan perubahan tekanan maupun suhu. Berkurangnya aliran darah ke kulit juga bisa menyebabkan ulkus (borok) dan semua penyembuhan luka berjalan lambat. Ulkus di kaki bisa sangat dalam dan mengalami infeksi serta masa penyembuhannya lama sehingga sebagian tungkai harus diamputasi.
Sumber : http://medicastore.com/
Komentar
Posting Komentar