Segala Hal Tentang Monumen (dan Museum) Pancasila Sakti.
Monumen Pancasila Sakti dibangun di atas lahan bekas peristiwa G30S-PKI, atas prakarsa Presiden ke-2 RI, Soeharto. Monumen ini dibangun untuk mengingat perjuangan para Pahlawan Revolusi yang berjuang mempertahankan ideologi negara Republik Indonesia, Pancasila dari ancaman ideologi komunis. Ideologi komunis terutama dibawah pengaruh Partai Komunis Indonesia yang pada era tahun 60-an memiliki kekuatan yang cukup besar karena memiliki pemilih yang banyak pada pemilu.
Monumen yang berada di area seluas 14,3 hektar ini diresmikan Presiden Soeharto pada Agustus 1973, bertepatan dengan peringhati Hari Kesaktian Pancasila. Tiga tahun kemudian, berdasar Surat Keputusan Menpangad No. KEP.977/9/1996 tanggak 17 September 1966, setiap tahun dimulai tradisi memperingati Hari Peringatan Kesaktian Pancasila. Dan akhirnya, pada 1980, Pusjarah TNI, atau dulu Pusjarah ABRI, mendapat mandat menjadi pengelola Monumen Pancasila Sakti berdasarkan Kepres No. 51/1980.
Monumen ini terletak Kelurahan Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Di sebelah selatan tempat ini terdapat markas besar Tentara Nasional Indonesia, Cilangkap, berbatasan di sebelah utara adalah Bandar Udara Halim Perdanakusuma, yang pada saat peristiwa G30S-PKI menjadi pusat kekuatan PKI, sedangkan sebelah timur adalah Pasar Pondok Gede, dan sebelah barat, Taman Mini Indonesia Indah.
Masuk kesini bayar harusnya Rp. 4500. Itu udah termasuk bayar PMI, tiket masuk dan parkir. Tapi petugasnya bakal minta Rp.5000 (tahun 2012).
Sebelum menjadi sebuah monumen dan museum, tempat ini merupakan tanah atau kebun kosong yang dijadikan sebagai pusat pelatihan milik Partai Komunis Indonesia. Kemudian, tempat itu dijadikan sebagai tempat penyiksaan dan pembuangan mayat para korban Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI). Di kawasan kebun kosong itu terdapat sebuah lubang sumur tua sedalam 12 meter yang digunakan untuk membuang jenazah para korban G30S/PKI. Sumur tua itu berdiameter 75 cm.
Latar Belakang Dibangunnya Monumen dan Peristiwa G30S-PKI
Salah satu misteri terbesar bagi sejarah bangsa Indonesia adalah peristiwa G30S-PKI. G30S-PKI adalah sebutan bagi peristiwa yang terjadi pada tahun 1965 bulan September tanggal 30 malam. Sebuah usaha kudeta yang gagal total dari kelompok kecil di PKI. Disebut kelompok kecil karena rencana kudeta ini hanya diketahui oleh sedikit simpatisan PKI. Para eksekutor dari rencana ini sendiri berasal dari simpatisan PKI yang berasal dari angkatan darat dan pasukan Cakrabirawa. Sedangkan petinggi PKI tidak bertindak langsung turun ke lapangan.
Fakta di atas dibuktikan oleh pengakuan-pengakuan pelaku dan pemimpin G30S-PKI seperti Letkol Untung, Letkol Syarief, Brigjen M.A Supardjo dll dalam mahmilub. Dalam persidangan mereka mengakui bahwa telah terjadi pembunuhan terhadap Beberapa perwira angkatan darat yang berpangkat Jenderal.[2] Peristiwa penculikan dan pembunuhan ini sendiri tidak bisa dijelaskan secara terperinci maksud tujuan dan latar belakangnya.
Dalam siaran radio pasca penculikan beberapa perwira senior berpangkat Jenderal, PKI mengumumkan bahwa tindakan yang diambil oleh pelaku G30S-PKI adalah untuk melindungi kepentingan revolusi bangsa dari kudeta yang akan dilakukan oleh Dewan Jenderal. Dewan Jenderal disebutkan telah menyusun rencana untuk melakukan tidakan kontra-revolusi pada tanggal 5 oktober dengan mengambil alih kekuasaan dari tangan Presiden Soekarno. Secara tersirat, PKI meninginkan pembentukan opini publik bahwa tindakan G30S-PKI adalah demi melindungi Banga Indonesia dari kudeta dewan Jenderal.[3]
PKI kemudian juga mengumumkan pembentukan Dewan Revolusioner yang bertugas untuk membersihkan benih-benih makar dalam ABRI sebagai pengaruh dari adanya Dewan Jenderal. Dewan revolusioner setia kepada Soekarno, demikian salah satu bunyi pengumuman dalam radio RRI. Dewan revolusioner menunjuk Letkol Untung sebagai pemimpin tertingginya. Semua petinggi militer harus tunduk pada dewan revolusi ini, karena dewan revolusi mengklaim bahwa tindakan mereka telah disetujui oleh Presiden Sokearno demi kepentingan Negara.
PKI juga menyebarkan perintah kepada simpatisan di daerah untuk ikut mendukung gerakan G30S-PKI dengan ikut menumpas adanya bibit-bibit pemberontakan yang akan dilakukan oleh dewan Jenderal. Beberapa wilayah di Jawa Tengah dan Yogyakarta sempat mengalami peristiwa yang serupa dengan G30S-PKI. Begitu juga di Surakarta, namun hanya di Yogyakarta yang mengalami peristiwa pembunuhan perwira yang disangka bagian dari Dewan Jenderal.
Titik balik gerakan G30S-PKI adalah langkah balasan yang dilancarkan oleh Mayjen Soeharto selaku Jenderal Senior yang tidak termasuk dalam daftar penculikan. Soharto mengambil langkah awal dengan mengambil alih kekuasaan atas militer selaku jabatannya sebagai Pangkostrad. Dengan langkah awal ini Soeharto mulai melakukan upaya pembersihan PKI.
Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan menyerang Radio RRI yang sebelumnya dikuasai oleh Dewan Revolusioner. Lewat pengumuman radio menyatakan bahwa gerakan Dewan Revolusioner adalah gerakan kudeta yang direncanakan akan merebut kekuasaan dari Presiden Soekarno untuk kemudin membentuk negara Komunis di Indonesia. Soeharto menyatakan bahwa perwira-perwira yang diculik PKI telah dibunuh dengan keji.[4] Pernyataan Soeharto ini mulai membangkitkan kemarahan Rakyat.
Rakyat mulai bergerak memusuhi PKI, kabar penyiksaan dan pembunuhan di Lubang Buaya menjadi salah satu pemicu, selain propaganda yang juga dilakukan oleh Soeharto. Terlebih berita yang disampaikan diwarnai pula dengan penyerbuan ke kantor RRI dan menyiarkan siaran darurat yang beritanya berisi tentang kudeta yang dilakukan oleh Dewan Revolusi.
Soeharto mulai merencanakan serangan ke basisi kekuatan utama G30S-PKI yakni di daerah Halim dan Lubang Buaya. Dengan menggunakan kekuatan penuh Lubang Buaya akhirnya dapat dikuasai setelah sebelumnya Lanud Halim Perdanakusuma juga telah dikuasai. Sedangkan untuk di dalam kota, diadakan pengawalan yang melibatkan beberapa kendaraan lapis baja.
Soeharto akhirnya bisa menguasai keadaan setelah berhasil menumpas kekuatan PKI di dua basis pentingnya. Peristiwa yang terjadi dengan begitu cepat dan tertutup ini membuat tidak banyak orang yang mengetahui apa sebenarnya yang telah terjadi. Tidak adanya keseimbangan informasi membuat banyak masyarakat yang tidak mendapatkan informasi yang benar. Diantaranya adalah tidak adanya penjelasan tentang kebenaran isu Dewan Jenderal.
Hal tersebut membuat peristiwa G30S-PKI menjadi peristiwa yang misterius. Barang-barang bukti serta kesaksian tidak dibuka kepada publik, sehingga publik hanya menerima apa-apa yang dikatakan oleh Mayjen Soeharto selaku Pangkostrad yang bertugas mengambil alih komando jika tidak ada lagi Jenderal yang memimpin. Para pelaku gerakan ini juga diadili secara tertutup di Mahmilub.
Langkah inilah yang kelak di kemudian hari akan membawa Soeharto kepada kekuasaan sebagai presiden. Soeharto telah mendapat kepercayaan dari masyarakat karena telah dianggap berhasil dalam meredam peristiwa G30S-PKI. Soeharto secara halus sebenarnya telah melakukan kudtea kepada Presiden Soekarno dengan tidak mematuhi perintahnya. Dengan pembangkangan ini serta lebih memilih untuk melaksanakan inisiatifnya sendiri.[5]
Peristiwa G30S-PKI lebih jauh lagi, telah mampu mengantarkan Soeharto menjadi Presiden. Pada masa kepemimpinannya, lokasi lubang buaya menjadi tempat yang begitu sakral. Lubang buaya dianggap sebagai tempat permulaan bagi jalan mulus Soeharto sebagai Presiden. Maka tak heran lokasi ini begitu diperhatikan sampai sampai Soeharto mendirikan sebuah monumen di lokasi ini. Tidak hanya monumen, museum dan beberapa ruang pameran juga dibangun disini dengan tujuan agar masyarakat Indonesia akan selalu mengingat peristiwa G30S-PKI.
Beberapa pendapat mewarnai kontroversi mengenai Monumen Pancasila Sakti. Beberapa berpendapat bahwa Monumen ini hanyalah propaganda Soeharto untuk melegitimasi kekuasaannya karena dulu pernah sangat berjasa bagi negara. Selain itu, penimpaan kesalahan pada PKI juga menuai beberapa pertanyaan dari banyak pihak. Ada anggapan bahwa peristiwa G30S-PKI hanyalah gerakan kup oleh tentara junior angkatan darat kepada para seniornya.[6]
Pada masa pemerintahan Soeharto, monumen ini digunakan untuk menarik sumpah setia kepada pancasila para menteri-menteri kabinetnya. Tiap tahun juga selalu diperingati hari kesaktian Pancasila setiap tanggal 1 Oktober. Pada masa orde baru, hari kesaktian pancasila merupakan salah satu hari yang sakaral dimana pada hari itu semua instansi pemerintah wajib melakkan upacara bendera.
Arti Penting Monumen Pancasila Bagi Masyarakat Indonesia.
Sebagai monumen, Monumen Pancasila Sakti memiliki fungsi untuk mengenang kejadian yang menjadi latar belakang pembangunannya. Dalam hal ini Monumem Pacasila Sakti dibangun untuk mengenang jasa pahlawan revolusi yang gugur dalam peristiwa G30S-PKI. Selain untuk mengenal pahlawan secara personil, Monumen ini juga menjadi pengingat atas jasa ABRI yang telah menumpas gerakan PKI dan jasa Soeharto.
Monumen Pancasila Sakti juga memiliki manfaat sebagai pengiingat untuk lebih waspada. Terutama kewaspadaan terhadap gerakan PKI. Pada salah satu relief tertulis pesan kewaspadaan akan bahaya laten komunis di Indonesia. Dalam relief disebutkan, jika PKI hadir kembali di Indonesia maka kekacauan dan kekejaman pasti akan terjadi. Karena itulah pemerintah orde baru begitu menjaga agar PKI tidak hadir lagi di Indonesia.
Monumen Pancasila Sakti juga bisa dijadikan referensi sejarah. Banyak benda benda bersejarah yang ada di sini. Terutama benda-benda dari peristiwa G30S-PKI. Monumen ini sendiri bisa membantu dalam visualisasi kejadian pada peristiwa G30S-PKI karena dalam monumen setting tempat diseseuaikan dengan keadaan aslinya. Salah satunya bangunan rumah dan sumur lubang buaya yang keadaannya masih sama dengan yang ada di tanggal 30 September 1965.
Selain itu, Monumen Pancasila juga menjadi alternatif tempat rekreasi bagi warga ibukota khususnya, serta masyarakat Indonesia pada umumnya. Suasana tempat yang asri, masih rimbun dengan banyak pepohonan membuat tempat ini enak dikunjungi untuk sekedar melepas penat dari suasana di kota yang pengap suasana yang tenang juga bisa menyegarkan pikiran. Juga bisa menjadi tempat liburan bagi seluruh keluarga yang terjangkau, baik untuk masalah waktu maupun masalah biaya.
Monumen Pancasila Sakti
Monumen Pancasila Sakti berbentuk setengah lingkaran yang diatasnya berdiri 7 patung Jenderal pahlawan revolusi yang salah satu menunjuk ke arah sumur di depan monumen. Yang menjadi latar belakang adalah sebuah dinding besar, yang di sisi atasnya terdapat patung garuda pancasila. Terdapat pula relief yang menceritakan tentang peristiwa gerakan 30 september PKI.
Relief menceritakan mulai dari kekejaman PKI dalam menyiksa para Jenderal, lalu menimbun mayat ke dalam sumur. PKI juga digambarkan melakukan kekejaman kepada rakya Indonesia. Kemudian relief menceritakan bagaimana TNI menumpas gerakan PKI di bawah komando Pangkostrad Soeharto. PKI digambarkan telah kalah kepada pasukan TNI.
Terdapat Pesan dalam relief yang berbunyai, “Waspada ...... dan mawas diri agar peristiwasematjam ini tidak terulang lagi.”[1] Pesan ini ditujukan kepada seluruh masyarakat indonesia, agar di kemudian hari peristiwa pemberontakan PKI tidak terjadi lagi. Bersama pesan disematkan gambaran mengenai peristiwa penyiksaan Para Jenderal AD di Lubang Buaya.
Dan relief berakhir dengan menunjukkan sosok seorang Soeharto. Soeharto dalam relief, digambarkan sebagai sosok penyelamat yang menyelamatkan rakyat dari kebiadaban PKI. Di depan munumen terdapat semacam pelataran atau altar yang biasa digunakan pengunjung monumen untuk mengabadikan gambar di depan monumen.
2. Sumur Lubang Buaya
Terletak persis di depan monumen adalah sumur lubang buaya. Sumur yang digunakan untuk membuang mayat para Jenderal. Sumur ini berdiameter 75 cm dan memiliki kedalaman sekitar 12 meter. Di kiri kanan sumur terdapat pagar yang membatasi pengunjung untuk menghindarkan pengunjung untuk membuang seseuatu ke dalam sumur. Di sebelah sumur juga terdapat semacam prasasti kecil yang menjelaskan tentang sumur maut ini.
Keberadaan sumur ini pada saat terjadi peristiwa 30 September sebenarnya sangat misterius. Sebab keberadaan sumur tidak diketahui karena PKI menghapus jejak dengan membuat puluhan sumur yang serupa. Sumur lubang buaya yang asli pada saat peristiwa 30 Semptember ditimbun dengan tanah dan sampah, kemudian di atasnya dijadikan jalan yang digunakan untuk lalu lalang kendaraan. Itulah yang membuat keberadaan sumur ini tidak diketahui.
Yang mengetahui letak sumur ini adalah seorang petugas kepolisian yang pada saat peristiwa 30 semtember sempat berkeliling di kompleks lubang buaya. Tanpa diketahui oleh pasukan PKI petugas kepolisian ini menyaksikan perbuatan kejam PKI ini. Benda-benda kepunyaan petugas kepolisian ini masih tersimpan di ruang paseban. Diantaranya sepeda yang digunakan untk berkeliling dan senjata api serta pentungan dari kayu.
3. Rumah Tempat Penyiksaan
Persis di samping sumur lubang buaya terdapat rumah tempat penyiksaan para Jenderal. Rumah ini dulunya merupakan rumah salah satu simpatisan PKI. Jenderal-jenderal yang diculik oleh pasukan Cakrabirawa dan pasukan PKI ini ditawan di rumah tersebut. Kemudian diinterogasi perihal isu resolusi dewan Jenderal yang berencana untuk menggulingkan Presiden Soekarno. Hingga akhirnya para Jenderal ini dibunuh dan mayatnya dimasukkan ke dalam sumur yang digali tepat di samping rumah tersebut.
Rumah yang terdapat pada kompleks monumen pancasila saat ini merupakan rumah tiruan, rumah asli sudah hancur saat penyerbuan TNI ke lubang buaya. Dalam rumah terdapat diorama yang menggambarkan tentang penyiksaan yang terjadi pada malam 30 September 1965. Terdapat beberapa orang yang menginterogasi. Masing-masing jenderal ditutup matanya kemudian disiksa. Dalam diorama, para Jenderal dibawa hanya mengenakan baju tidur biasa dan ada yg berkain sarung.
4. Museum Pengkhianatan PKI
Musium ini terletak sekitar 300 meter dari lokasi sumur lubang buaya. Museum ini berbentuk menyerupai sebuah joglo besar. Museum Pengkhianatan PKI ini Berisi diorama-diorama yang menggambarkan tentang peristiwa G30S PKI. Mulai dari awal sampai akhir. Museum dengan 3 lantai ini merangkum semua gerak gerik PKI di berbagai tempat. Rangkuman sebagian besar menggunakan diorama, sebagian lagi menggunakan gaeri foto yang dipajang di ruangan terpisah.
Tapi terdapat sedikit kejanggalan dalam museum ini. PKI digambarkan dengan begitu buruk oleh museum. Pelabelan pengkhianat dicapkan kepada PKI secara menyeluruh, bahkan hingga sampai pada simpatisan-simpatisan di daerah. Museum ini melupakan beberapa jasa PKI yang tidak bisa dimunafikkan bahwa mereka juga ikut melawan kapitalisme yang oleh Soekarno dilawan dengan gigih demi mencapai perekonomian yang berdikari.
Selepas museum pengkhianatan PKI, terdapat salah satu ruang yakni ruang paseban. Ruang ini menyimpan benda-benda peninggalan Jenderal yang terbunuh pada malam 30 September. Diantara benda kebanyakan pakaian atau seragam yang dipakai pada waktu eksekusi. Banyak benda/pakaian yang dipamerkan masih memiliki noda darah. Untuk memberi tahu bagi semua pengunjung bagaimana kondisi para perwira ABRI ini pada saat peristiwa G30S-PKI.
Benda-benda yang dipajang diantaranya baju seragam, senjata, peralatan memancing dan hobi dari perwira-perwira lainnya. Juga terdapat beberapa benda seperti sepeda yang digunakan oleh seorang polisi jaga yang pertama kali memergoki peristiwa G30S-PKI. Semua benda tersimpan rapi di dalam sebuah lemari kaca yang besar.
5. Ruang Pamer Terbuka
Selain ruangan yang tertutup, Monumen Pncasila juga memiliki area pameran terbuka. Beberapa benda yang memiliki peranan dalam peristiwa G30SPKI dipajang di beberapa tempat di area di sekitar monumen. Salah satu yang dipamerkan misalnya kendaraan angkut yang digunakan untuk mengangkut pasukan yang memberantas pemberontakan PKI di Lubang Buaya. Juga Tank yang diletakkan di sisi jalan masuk menuju kompleks Monumen.
Beberapa benda yang dipajang merupakan benda benda yang berukuran besar yang sulit jika harus dimasukkan ke dalam arena Museum. Selain kemdaraan tempur dan tank, terdapat juga senjata berat seperti senjata artileri. Dari beberapa benda yang terpajang hampir semuanya sudah tidak berfungsi.
Koleksi Museum dan Monumen Pancasila Sakti
Berikut beberapa contoh koleksi Monumen Pancasila Sakti dan Museum Pengkhianatan Komunis serta ruang pameran Paseban:
a. Ruang Intro
Dalam ruang terdapat 3 mozaik foto yang masing-masing menggambarkan:
- Kekejaman PKI terhadap bangsa sendiri dalam pemberontakan Madiun.
- Penggalian jenazah korban keganasan PKI dalam Gerakan 30 September 1965
- Pengadilan gembong-gembong G.30.S/PKI oleh Mahkamah Militer Luar Biasa.
b. Diorama
- Peristiwa Tiga Daerah (4 November 1945)
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, kelompok komunis bawah tanah mulai memasuki organisasi massa dan pemuda seperti Angkatan Pemuda Indonesia (API) dan Angkatan Muda Repubilik Indonesia (AMRI). Dengan menggunakan organisasi massa, orang-orang komunis memimpin aksi penggantian pejabat pemerintah di tiga kabupaten Karesidenan Pekalongan yang meliputi Brebes, Tegal dan Pemalang.
- Pemberontakan PKI di Madiun ( 18 September 1948)
Pada saat Pemerintah dan Angkatan Perang memusatkan perhatian untuk menghadapi Belanda, PKI melakukan pengkhianatan yang didahului dengan kampanye menyerang politik pemerintah, aksi teror, mengadu domba kekuatan bersenjata dan sabotase di bidang ekonomi. Dini hari tanggal 18 September 1948 PKI mengadakan pemberontakan di Madiun. Sejumlah tokoh militer, pejabat pemerintah dan tokoh masyarakat dibunuh. Di gedung Karesidenan Madiun PKI mengumumkan bcrdirinya “Soviet Republik Indonesia” dan pembentukan Pemerintah Front Nasional.
- Pembunuhan di Kawedanan Ngawen (Blora) (20 September 1948)
Pada tanggal 18 September 1948 Markas Kepolisian Distrik Ngawen (Blora) diserang oleh pasukan PKI. Dua puluh empat orang anggota polisi itu ditahan dan tujuh orang yang masih muda dipisahkan. Kemudian datang perintah dari Komandan Pasukan PKI Blora agar mereka dihukum mati.
- Peristiwa Tanjung Morawa (16 Maret 1953)
Pada tahun 1953 Pemerintah RI Karesidenan Sumatera Timur merencanakan untuk mencetak sawah percontohan bekas perkebunan tembakau di desa Perdamaian, Tanjung Morawa. Akan tetapi rencana itu ditentang oleh penggarap liar yang sudah menempati areal tersebut. Pada tanggal 16 Maret 1953 pemerintah terpaksa mentraktor areal tersebut dengan dikawal oleh sepasukan polisi. Ketika itulah massa tani yang didalangi oleh Barisan Tani Indonesia (BTI) orma PKI, melakukan tindak brutal.
- Kampanye Budaya PKI (25 Maret 1963)
Tidak hanya dibidang politik yang ingin dikuasai oleh PKI tetapi juga bidang Iain seperti sastra dan budaya. Salah satu usaha yang dilaksanakan oleh Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) bersama semua lembaga yang ada di bawahnya adalah memasukan komunisme ke dalam seni dan sastra, mempolitikan budayawan dan mendiskreditkan lawan. Pada tanggal 22 sampai 25 Maret 1963 diselenggarakan Konferensi Nasional I Lembaga Sastra Indonesia di Medan.
- Rongrongan PKI terhadap ABRI (1964 -1965) .
Kampanye anti ABRI, khususnya TNI-AD berlatar belakang pada kecemburuan PKI karena ABRI berhasil membendung pengaruh PKI dikalangan rakyat. Berbagai macam cara kampanye anti ABRI telah dilakukan PKI seperti tuduhan, isyu, provokasi, fitnah politik, dan Iain-Iain. Sejak tahun 1964 PKI dengan “Ofensif Revolusionernya” secara gencar menyerang ABRI seperti tuntutan pembubaran aparat teritorial dan puncaknya isyu Dewan Jenderal 1965.
- Peristiwa Kanigoro (13 januari 1965)
Peristiwa ini terjadi di Kecamatan Kras, Kedtri, tanggal 13 Januari 1965, dimana para peserta Mental Training Pelajar Islam Indonesia Jawa Timur diserang oleh masssa Pemuda Rakyat (PR) dan Barisan Tani Indonesia (BTI).
- Peristiwa Bandar Betsy (14 Mei 1965)
Untuk menggagalkan rencana pemerintah di bidang landreform, PKI dan organisasi massanya melancarkan aksi sepihak yakni menguasai secara tidak syah tanah negara di beberapa tempat. Salah satu di antaranya di Perusahaan Perkebunan Negara (PPN) Karet IX Bandar Betsi, Pematangan Siantar. Pada tanggal 14 Mei 1965, kurang lebih 200 anggota Barisan Tani Indonesia (BTI), Pemuda Rakyat (PR), dan Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) menanami secara liar tanah perkebunan karet tersebut.
- Pawai Ofensif Revolusioner PKI di Jakarta (23 Mei 1965)
Setelah merasa dirinya kuat, PKI mulai melancarkan ofensif revolusioner yang bertujuan untuk menggalang dan mempengaruhi massa agar berpihak kepadanya. Bentuk unjuk kekuatan itu ialah aksi kekerasan. aksi terror tuntutan pembentukan Kabinet Nasakom dan Angkatan Kelima dan sebagainya. Salah satu unjuk kekuatan itu ialah penyelenggaraan rapat raksasa di Stadion Utama Senayan tanggal 23 Mei 1965 dalam rangka peringatan ulang tahun ke-45 PKI.
- Penyerbuan Gubernuran .lawa Timur (27 September 1965)
Salah satu usaha mendiskreditkan aparatur pemerintah telah dilakukan PKI terhadap Gubernur Jawa Timur. Dengan dalih akan menyampaikan resolusi tuntutan penurunan harga 9 bahan pokok..
Koleksi Museum dan Monumen Pancasila Sakti
Didalam Museum Paseban Monumen Pancasila Sakti terdapat beberapa diorama sebagai berikut:
- Rapat-Rapat Persiapan Pemberontakan
Pada bulan September 1965 ketua CC PKI D.N Aidit memerintahkan Syam Kamaruzaman Pimpinan Biro Khusus untuk menyusun suatu rencana pemberontakan. Syam mengadakan rapat sebanyak 16 kali dengan Pono dan Waluyo anggota Pimpinan Biro Khusus Pusat, Kepala Biro Khusus Daerah dan oknum-oknum ABRI yang sudah dibina PKI.
- Latihan Sukarelawan di Lubang Buaya 5 Juli – 30 September
Untuk persiapan melancarkan pemberontakan, PKI mengadakan latihan kemiliteran bagi para anggotanya. Dalih yang dipakai ialah melatih para sukarelawan dalam rangka konfrontasi terhadap Malaysia. PKI menuntut agar pemerintah membentuk Angkatan kelima dengan mempersenjatai buruh dan tani. Anggota-anggota yang dilatih berjumlah kurang lebih 3700 orang terdiri atas anggota-anggota Pemuda Rakyat (PR), Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) dan organisasi massa PKI lainya di Lubang Buaya.
- Penculikan Men/Pangad Letjen TNI A. Yani (1 Oktober 1965)
Pukul 02.30 tanggal 1 Oktober 1965) pasukan penculik G.30.S/PKI sudah berkumpul di Lubang Buaya. Pasukan dengan nama Pasopati dipimpin Lettu Dul Arief. Pasukan penculikan Men/Pangad Letjen TNI A. Yani memakai seragarn Cakrabirawa tiba disasaran pukul 04.00 dan berhasil melucuti regu pengawal. Kemudian segera membawa ke kawasan Lubang Buaya
- Penganiayaan di Lubang Buaya (1 Oktober 1965)
Dini hari tanggai 1 Oktober 1965 gerombolan G.30.S/PKI menculik 6 pejabat teras TNI AD dan seorang perwira pertama. Di Lubang Buaya tubuh mereka dirusak dengan benda-benda tumpul dan senjata tajam yan masih hidup disiksa satu demi satu kemudian kepalanya ditembak. Sesudah disiksa para korban dilemparkan kedalam sumur tua sempit. Penyiksaan dan pembunuhan itu dilakukan oleh anggota Pemuda Rakyat (PR), Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) dan ormas-ormas PKI lainnya.
- Pengamanan Lanuma Halim Perdanakusuma (2 Oktober 1965)
Panglima Kostrad Mayjen TNI Seoharto rnengeluarkan perintah untuk segera mengamankan Lapangan Udara Halim Perdanakusuma mengingat kekuatan G.30.S/PKI berpusat dipangkalan tersebut.Pasukan yang akan melaksanakan tugas pengamanan terdiri atas 1 Yon RPKAD, 1 Yon Para Kujang Siliwangi yang diperkuat 1 kompi panser. Pasukan bergerak pukul 03.00 tanggal 2 Oktober 1965 dari Markas Kostrad menuju Lapangan Udara Halim Perdanakusuma dari arah timur. Mereka tiba dilempat sasaran pukul 06.00 pagi tanggal 2 Oktober 1965. Lapangan Halim Perdanakusuma dijaga oleh Yon 454/Diponegoro yang diperalat G.30.S/PKI. Beberapa orang anggota RPKAD berhasil menyusup sampai ketempat parkir pesawat-pesawat terbang, sedang anggota lainya sudah berada didepan Yon 454. Dengan gerakan pendadakan, maka pasukan RPKAD dan Kujang berhasil melumpuhkan pasukan Yon 454. Pukul 06.10 Halim berhasil dikuasai oleh RPKAD dan Yon Para Kujang dan gerakan selanjutnya ialah menguasai Lubang Buaya.
- Pengangkatan Jenazah (4 Oktober 1965)
Setelah menguasai Halim Perdanakusuma, pasukan RPKAD melanjutkan gerakan ke Lubang Buaya. Setelah daerah iu diamankan, mulai melakukan pencarian jenazah perwira-perwira TNI-AD yang diculik oleh gerombolan G.30.S/PKI. Sore hari tanggal 3 Oktober 1965 diperolah pentunjuk dari anggota POLRI yang pernah ditawan oleh gerombolan G.30.S/PKI. la memberitahu bahwa perwira-perwira tersebut jenazahnya dikubur di sekitar tempat pelatihan musuh.
- Tindak Lanjut Pelarangan Partai Komunis Indonesia (26 Juni 1982)
Pada tanggal 12 Maret 1966, Partai Komunis Indonesia berikut semua organisasinya yang seazaz/berlindung/bernaung dibawahnya, dibubarkan oleh Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/I966. Untuk mengantisipasi munculnya bahaya laten komunis, berdasarkan Intruksi Presiden No. 10 tahun 1982, Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) berkerja sama dengan Lembaga Pertahanan Nasional mengadakan Penataran Kewaspadaan Nasional (Tarpadnas). Sejak tanggal 19 September 1991 Tarpadnas diikuti oleh wakil-wakil pemuda dari 27 Provinsi dan berbagai organisasi massa pemuda.
- Foto Para Pahlawan Revolusi
Tujuh foto pahlawan revolusi setengah badan dalam ukuran besar yaitu foto Letjen TNI Ahtnad Yani, Mayjen TNI Soeprapto, Mayjen TNI M. T. Harjono, Mayjen TNI S. Parman, Brigjen D.I. Pandjaitan, Brigjen TNI Soetojo Siswomihardjo, dan Lettu Pierre Andries Tendean.
- Ruang Relik
Ruang Relik berisi barang-barang peninggalan para pahlawan revolusi terutama pakaian yang dikenakan pada saat beliau gugur, petikan visum dokter, peluru yang diketemukan dalam tubuhnya, tali pengikat dan lain-lain. Di ruangan ini disajikan pula Aqualung (alat bantu pernafasan) dan sebuah radio lapangan yang pernah digunakan Jenderal Soeharto pada waktu memimpin penumpasan G.30.S/PKI,
- Ruang Teater
Di ruangan ini disajikan pertunjukan video cassette digital (VCD) yang berisi rekaman bersejarah sekitar pengangkatan jenazah Pahlawan Revolusi dari sumur tua Lubang Buaya, pemakaman ke Taman Makam Pahlawan Kalibata, Sidang Mahmillub serta pengangkatan Jenderal Soeharto menjadi pejabat Presiden RI pada tanggal 12 Maret 1967. Masa putar VCD ini kurang lebih 30 menit.
- Ruang Pameran Foto
Ruang ini menyajikan foto-foto pengangkatan dan pemakaman jenazah Pahlawan Revolusi ke Taman Makam Pahlwan Kalibata Jakarta.
Rumah-Rumah Bersejarah
- Rumah Diorama Penyiksaan
Menggambarkan penyiksaan para korban yang masih dalam keadaan hidup. Mereka adalah Mayor Jenderal TNI S. Parman, Brigjen TNI Soetojo Siswomihardjo, dan Lettu Pierre Andries Tendean.
- Rumah Pos Komando
Rumah ini milik seorang penduduk RW 02 Lubang Buaya bernama Haji Sueb. Pada waktu meletusnya G.30.S/PKI tahun 1965, dipakai oleh pimpinan gerakan yaitu eks Letkol Untung dalam rangka mempersiapkan penculikan terhadap 7 perwira TNI-AD.
- Dapur Umum
Rumah Dapur Umum merupakan salah satu rumah bersejarah yang ada di lokasi Monumen Pancasila Sakti Lubang Buaya. Rumah tersebut dilestarikan sebagai koleksi benda bersejarah karena merupakan bagian dari sarana yang dipakai oleh PKI untuk menunjang terlaksananya kegiatan penganiayaan dan pembunuhan terhadap 7 orang perwira TNI AD dalam peristiwa G.30.S/PKI. Rumah yang statusnya milik ibu Amroh itu dipakai oleh PKI sebagai tempat penyediaan sarana konsumsi gerombolan G.30.S/PKI di Lubang Buaya.
- Mobil Dinas Pangkostrad Mayor Jenderal TNI Soeharto
Dengan menggunakan Jeep Toyota Kanvas Nomor : 04-62957/44-01, Mayor Jenderal TNI Soeharto segera bertindak untuk menumpas G.30.S/PKI, yang didalangi oleh eks Letkol Untung dan tokoh PKI yang lain. Mayor Jenderal TNI Soeharto dari rumahnya di jalan Agus Salim menuju Markas Kostrad menggunakan kendaraan dinas Jeep Toyota Kanvas yang disetir oleh Pra Soewondo.
- Truk Dodge
Perhatikan : mobil plat merah = milik pemerintah
Mobil truk yang digunakan oleh pemberontak G.30.S/PKI untuk membawa jenazah Brigjen TNI D.I Pandjaitan, yang dipamerkan di lokasi Museum Pancasila Sakti (pameran taman), adalah mobil truk Dodge tahun 1961 buatan Amerika Serikat dengan nomor polisi B. 2982.L merupakan replika kendaraan jemputan P. N. Arta Yasa, yang sekarang divisi cetak uang logam Perum Peruri. Kendaraan tersebut dirampas oleh pemberontak G.30.S/PKI disekitar jalan Iskandar Syah daerah Blok. M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
- Panser Saraceen
Kendaraan yang dipakai untuk membawa jenazah adalah jenis panser. Panser dengan tipe PCMK -2 Saraceen adalah sebuah kendaraan lapis baja yang berasaI dari Negara Inggris. Kendaraan tersebut dipakai oleh Organik Batalyon Kaveleri 7 Kodam V/Jaya. Pada tahun 1976 dipindahkan ke Batalyon Kaveleri 3 Kodam VIII/Brawijaya dipakai untuk mendukung penugasan operasi militer di Timor Timur. Pada bulan Juli 1985 ditarik dari penugasan di Timor Timur untuk diabadikan di Monumen Pancasila Sakti.
Referensi
- John Roosa. Dalil Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto. hlm. 10
- John Roosa. Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto. Hlm. 40
- Id. hlm. 55
- Nugroho Notosusanto. Tragedi Nasional percobaan Kup G30S-PKI di Indonesia. hlm 57
- Eros Djarot. Siapa Sebenarnya Soeharto: Fakta dan Kesaksian Para Pelaku Sejarah G30S-PKI, hlm. 42
- John Roosa. Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto. Hlm. 102
Sumber : http://azzarika.blogspot.com/, 8 Maret 2012.
Komentar
Posting Komentar