Obat Generik Masih Dianggap Tak Berkualitas
Kendati Kementerian Kesehatan telah merevitalisasi peraturan tentang kewajiban menuliskan resep dan menggunakan obat generik di sarana kesehatan pemerintah, namun masyarakat masih kurang tertarik menggunakan obat generik.
Menurut Direktur Eksekutif International Pharmaceutical Manufacturer Group (IPMG) Parulian Simanjuntak, sampai saat ini penggunakan obat generik non merek baru mencapai 10 persen.
"Sampai saat ini masih ada stigma bahwa obat generik kualitasnya rendah. Ada keraguan terhadap kualitas obat generik karena harganya yang murah," katanya di Jakarta (3/11/11).
Parulian menjelaskan, sebenarnya kekhawatiran masyarakat itu tidak beralasan karena setiap obat memiliki standar kualitas yang sama.
Obat generik merupakan obat duplikat. Harganya bisa lebih murah dari obat paten karena industri farmasi yang memproduksi obat generik tidak mengeluarkan biaya untuk riset. Ia hanya membuat obat yang kandungan zat aktifnya sama persis dengan obat originator.
Sementara itu, obat originator atau obat yang memiliki paten mengeluarkan biaya teramat besar untuk riset dan uji klinik.
Akan tetapi di Indonesia terdapat anomali. Harga obat generik bermerek di sini bisa lebih mahal dari obat originator. Hal itu diduga karena produsen obat farmasi harus mengeluarkan biaya untuk mendekati dokter agar meresepkan obat mereka.
Mengenai dugaan tersebut Parulian mengakui memang mendengar hal itu. "Tetapi agak sulit dibuktikan. Yang IPMG bisa lakukan adalah melakukan pengawasan dan memberi teguran kepada perusahaan farmasi yang terbukti melanggar," katanya.
Penulis : Lusia Kus Anna, Asep Candra
Sumber : http://health.kompas.com/, Kamis, 3 November 2011 | 16:31 WIB
Menurut Direktur Eksekutif International Pharmaceutical Manufacturer Group (IPMG) Parulian Simanjuntak, sampai saat ini penggunakan obat generik non merek baru mencapai 10 persen.
"Sampai saat ini masih ada stigma bahwa obat generik kualitasnya rendah. Ada keraguan terhadap kualitas obat generik karena harganya yang murah," katanya di Jakarta (3/11/11).
Parulian menjelaskan, sebenarnya kekhawatiran masyarakat itu tidak beralasan karena setiap obat memiliki standar kualitas yang sama.
Obat generik merupakan obat duplikat. Harganya bisa lebih murah dari obat paten karena industri farmasi yang memproduksi obat generik tidak mengeluarkan biaya untuk riset. Ia hanya membuat obat yang kandungan zat aktifnya sama persis dengan obat originator.
Sementara itu, obat originator atau obat yang memiliki paten mengeluarkan biaya teramat besar untuk riset dan uji klinik.
Akan tetapi di Indonesia terdapat anomali. Harga obat generik bermerek di sini bisa lebih mahal dari obat originator. Hal itu diduga karena produsen obat farmasi harus mengeluarkan biaya untuk mendekati dokter agar meresepkan obat mereka.
Mengenai dugaan tersebut Parulian mengakui memang mendengar hal itu. "Tetapi agak sulit dibuktikan. Yang IPMG bisa lakukan adalah melakukan pengawasan dan memberi teguran kepada perusahaan farmasi yang terbukti melanggar," katanya.
Penulis : Lusia Kus Anna, Asep Candra
Sumber : http://health.kompas.com/, Kamis, 3 November 2011 | 16:31 WIB
Komentar
Posting Komentar