Kapten Czi (Anm.) Pierre Andreas Tendean, Hidup Untuk Indonesia, Mati (Juga ) Untuk Indonesia.
Jika dalam dunia hiburan anda mengenal lagu "Hidup Untukmu, Mati Tanpamu", sebuah lagu yang diyanyikan oleh Noah Band, dalam dunia nyata sejarah Indonesia mencatat adanya kisah "Hidup Untuk Indonesia, Mati (Juga ) Untuk Indonesia". Mereka ini adalah para pejuang kemerdekaan dan revolusi Indonesia yang saat ini kita kenal sebagai pahlawan bangsa.
Untuk saat ini saya susun artikel tentang Kapten Czi (Anm.) Pierre Andreas Tendean, seorang putera bangsa yang mengabdikan hidup dan matinya untuk Indonesia, semoga menjadi inspirasi dan teladan bagi para pemuda Indonesia untuk dapat "Hidup Untuk Indonesia, Mati (Juga ) Untuk Indonesia".
Untuk saat ini saya susun artikel tentang Kapten Czi (Anm.) Pierre Andreas Tendean, seorang putera bangsa yang mengabdikan hidup dan matinya untuk Indonesia, semoga menjadi inspirasi dan teladan bagi para pemuda Indonesia untuk dapat "Hidup Untuk Indonesia, Mati (Juga ) Untuk Indonesia".
Awal kehidupan
Kapten Czi (Anm.) Pierre Andreas Tendean (lahir di Jakarta, 21 Februari 1939, Tendean adalah putra tunggal dari AL Tendean dari Minahasa dan Indo (Eurasia) Cornet ibu ME keturunan Belanda dan Perancis namun ia fasih berbahasa Jawa. Ia memiliki seorang kakak, Mitze Farre, dan adik, Rooswidiati. Ayah Tendean adalah seorang dokter dan posting diadakan di rumah sakit di Jakarta , Tasikmalaya , Cisarua , Magelang , dan Semarang. Untuk mengurangi beban keluarganya, Pierre yang masih kecil giat menanami tanah kosong di sekitar rumahnya dengan singkong, ubi, pepaya dan sayur-sayuran.
Kapten Czi (Anm.) Pierre Andreas Tendean (lahir di Jakarta, 21 Februari 1939, Tendean adalah putra tunggal dari AL Tendean dari Minahasa dan Indo (Eurasia) Cornet ibu ME keturunan Belanda dan Perancis namun ia fasih berbahasa Jawa. Ia memiliki seorang kakak, Mitze Farre, dan adik, Rooswidiati. Ayah Tendean adalah seorang dokter dan posting diadakan di rumah sakit di Jakarta , Tasikmalaya , Cisarua , Magelang , dan Semarang. Untuk mengurangi beban keluarganya, Pierre yang masih kecil giat menanami tanah kosong di sekitar rumahnya dengan singkong, ubi, pepaya dan sayur-sayuran.
Tendean
mengenyam jenjang sekolah dasar di sekolah Magelang dan menengah dan sekolah
tinggi di Semarang. Tendean bersekolah di SMP Negeri 1 Semarang yang dulu berdiri di Jl. Pemuda 134 Semarang, namun sekarang digunakan sebagai kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah. Cita-cita Kapten Pierre untuk menjadi seorang Perwira Militer tumbuh saat ia berada di tahun terakhirnya di SMA B Semarang.
Keinginannya setelah menyelesaikan sekolah dasar
adalah untuk menghadiri Akademi Militer Nasional ( Indonesia : Akademi
Militer Nasional). Namun, orangtuanya ingin dia menjadi dokter seperti
ayahnya atau insinyur. Kompromi adalah untuk Pierre untuk menghadiri
Angkatan Darat rekayasa akademi ( Indonesia : Akademi Teknik Angkatan
Darat (ATEKAD)), yang ia mulai pada tahun 1958.
Jika ada lomba olah raga antar kampus, Pierre sering masuk tim basket.
Ini membuat dia dikenal oleh banyak mahasiswi yang menonton. Pierre adalah ajudan dari AH Nasution. Pada masa tersebut ada ungkapan dari mahasiswi yang mendapat ceramah dari Pak Nas (AH Nasution), "Telinga kami untuk Pak Nas, tapi mata kami untuk ajudannya (Pierre Tendean)". Sepopuler itulah Pierre Tendean di kalangan wanita. Saat menjadi seorang taruna Kapten Pierre selalu menjadi pusat perhatian gadis-gadis remaja, dan ia mendapat julukan "Robert Wagner dari Panorama" oleh gadis-gadis remaja Bandung.
Saat bertugas di Medan, seorang wanita bernama Rukmini Chaimin berhasil membuat Pierre jatuh cinta.Mereka berencana menikah di tahun 1965 dan pernikahan yang seharusnya digelar bulan November itu batal karena kematian Pierre sebulan sebelumnya. Kabarnya hubungan antara Pierre dan Rukmini ditentang oleh keluarganya.
Lulusan ATEKAD tahun 1961 ini bergabung dengan corps Genie
(sekarang corps Zeni) dan posisinya dua tahun junior di bawah mantan
Wapres Try Sutrisno.
Karir Militer
Tendean menerima pengalaman medan sementara di akademi ketika ia dikirim ke Barat Sumatera dengan sesama taruna untuk berpartisipasi dalam operasi militer bernama "Sapta Marga". Pada saat itu adalah Kopral Tendean dan ditugaskan Angkatan Darat Corps of Engineers ( Indonesia : Zeni Tempur). Pada tahun 1962, Tendean lulus dari ATEKAD dan diberi Letnan Dua ( Indonesia : Letnan Dua (Letda) Czi). Tugas pertamanya adalah sebagai Komandan Peleton di Batalyon ke-2 dari Corps of Engineers di Komando Militer Daerah 2 ( Indonesian : Komandan Peleton Batalyon Zeni Tempur Komando Daerah Militer 2 II (Danton Yon Zipur 2 / Dam II)). di Medan.
Tahun berikutnya, Tendean menerima pelatihan intelijen di Bogor dan kemudian ditugaskan ke Layanan Pusat Intelijen Angkatan Darat ( Indonesia : Dinas Intelijen Pusat Angkatan Darat (DIPIAD)). Ia dikirim ke garis depan selama konfrontasi dengan Malaysia yang dikenal sebagai "Dwikora", di mana dia memimpin sekelompok relawan di beberapa infiltrasi ke Malaysia dalam misi intelijen . Wajah indo-nya membuat Pierre dengan mudah bolak balik Indonesia - Singapura sebagai intelijen untuk mengumpulkan data. Kurang lebih Pierre berhasil melakukan infiltrasi sebanyak 6 kali, yang terakhir nyaris membuatnya terbunuh.
Pada tanggal 15 April 1965, Tendean dipromosikan
menjadi Letnan Satu ( Indonesia : Letnan Satu (Lettu)) dan ditugaskan
sebagai asisten pribadi kepada Jenderal Besar DR. Abdul Harris Nasution
(Menko Hankam/Kepala Staf ABRI) pada era Soekarno. Pierre merupakan Ajudan Jendral A.H Nasution yang termuda, baik usia maupun dinasnya sebagai seorang militer.
G30S
Pada pagi hari tanggal 1 Oktober 1965, pasukan yang setia kepada G30S datang ke rumah Jenderal Besar DR. Abdul Harris Nasution (Menko Hankam/Kepala Staf ABRI, Jl. Teuku Umar no. 40 Jakarta dengan maksud untuk menculik dia. Tembakan yang membangunkan Tendeandan ia ditangkap oleh tentara yang mengira dia adalah Nasution karena saat itu suasana rumah yang gelap, Nasution melarikan diri dengan melompat pagar. Tendean dibawa ke Lubang Buaya bersama enam perwira tinggi dari tentara. Ia ditembak mati, dan tubuhnya dibuang ke sebuah sumur tua dengan tawanan almarhum lainnya.
Sebenarnya tanggal 30 September Pierre sudah menyerahkan tugasnya kepada salah seorang rekannya, karena esok harinya dia akan ke Semarang merayakan ulang tahun ibunya yang jatuh tanggal 1 Oktober. Namun Pierre Tendean keburu diculik lantaran dikira sebagai AH Nasution, dan ia tetap dibunuh meskipun telah diketahui bahwa ia bukanlah sang Jendral.
Abdul Harris Nasution
berhasil lolos dari peristiwa penculikan tetapi anaknya, Ade Irma Suryani
Nasution tewas tertembus peluru. Pierre Tendean sendiri ditangkap oleh
segerombolan penculik dan dibunuh di Lubang Buaya. Ia diculik karena
dikira adalah Jenderal Besar DR. A.H. Nasution.
Pierre Andreas Tendean diangkat menjadi pahlawan nasional ( Indonesia : Pahlawan Revolusi) atas dedikasi dan pengorbanan beliau untuk bangsa pada tanggal 5 Oktober 1965 oleh Presiden Soekarno . Dia diberi penghargaan kenaikan pangkat menjadi Kapten ( Indonesia : Kapten Czi Anumerta) dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata ( Indonesia : Taman Makam Pahlawan Kalibata). Pierre meninggal pada usia masih sangat muda yaitu 26 tahun.
Sumber :
- http://id.wikipedia.org/wiki/Pierre_Tendean
- http://en.wikipedia.org/wiki/Pierre_Tendean
- http://ixia-viridi.blogspot.com/2011/05/pierre-tendean.html
Saya sangat terharu atas pengorbanan yg telah dilakukan untuk Pimpinan dan Negara nya , ini jiwa Pahlawan Inonesia Sejati , Walaupun masih berusia muda saat itu , Jiwa Nasionalnya telah Dibayar Tunai oleh nya dengan darah dan Jiwanya bagi kita semua hingga seperti saat ini Indonesia Tetap Bersatu , Istirahat lah dengan tenang Hai Pahlawan Ku .. Nama mu tetap melekat dihati Kita semua !!!
BalasHapus