Misteri Penyakit Skizofrenia : Penyakit Gangguan Jiwa Yang Sering Dikira Terkena "Guna-guna"
Pernahkah Anda melihat seseorang yang seolah-olah mendengar bisikan gaib hingga dirinya ketakutan atau melakukan hal-hal yang aneh? Biasanya, jika seperti itu umumnya muncul anggapan yang bersangkutan terkena guna-guna atau santet. Padahal bisa jadi hal itu dikarenakan skizofrenia.
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani yaitu "schizos" yang artinya terpecah dan "phren" yang artinya pikiran, jadi secara harfiah, skizofrenia artinya pikiran atau jiwa yang terbelah atau terpecah. Salah satu gejala umum penyakit gangguan jiwa berat seperti skizofrenia adalah halusinasi serta memiliki keyakinan kuat akan sesuatu yang tidak nyata. Oleh karena itu banyak pasien yang dianggap terkena guna-guna, kutukan, atau pun santet. Biasanya pihak keluarga akan langsung membawa pasien skizofrenia ke paranormal.
"Bisa jadi skizofrenia yang merupakan gangguan di otak. Penyakit ini terjadi karena ada masalah di otak, bukan guna-guna, kutukan, atau santet. Bukannya dibawa ke dokter, justru ke orang pintar atau dukun," tekan Dr A A Ayu Agung Kusumawardhani SpKJ(K) dari seksi Skizofrenia-PDSKJI.
Dikatakan dr Agung, skizofrenia adalah gangguan otak serius yang mengenai kemampuan cara berpikir, ekspresi emosi dan mempersepsi lingkungan dengan tidak tepat. Akibatnya, sistem otak terganggu dan timbullah gejala bervariasi.
Hal tersebut disampaikan dr Agung dalam Media Workshop 'Peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia Melalui Acara Kampanye Lighting the Hope for Schizophrenia' di hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta, Selasa (9/9/2014).
"Perjalanan diawali kondisi pramorbid, di mana mulai ada kerentanan tertentu. Nah, saat masa remaja baru timbul penurunan fungsi prodromal dengan adanya gejala positif seperti waham atau gangguan di dalam isi pikir, menilai situasi tidak sesuai dengan realita," terang dr Agung.
Misalkan gejala positif berupa waham atau halusinasi, seseorang bisa menganggap orang lain akan menyakitinya. Selain itu, bisa timbul pula gejala negatif di antaranya tidak mau bergaul, depresi, serta adanya penurunan kognitif yakni kurang berkonsentrasi.
"Kalau gejala positif yang muncul lebih dulu, itu lebih mudah mendeteksi dini karena kan gejalanya khas ya ada perilaku yang tidak biasanya. Kalau negatif dia mengurung diri atau kemampuan kognitifnya turun dikira stres biasa dan bisa dibiarkan," terang dr Agung.
dr Agung menambahkan, masa remaja usia 15-25 tahun merupakan awal mula munculnya gejala skizofrenia. Tetapi, jika segera terdeteksi dan diobati setidaknya dalam kurun waktu 1-2 tahun, proses pemulihan dan kemungkinan sembuh total lebih besar.
"Gejala skizofrenia sering tidak dipahami, dibawa ke orang pintar, pas ke dokter sudah telat," ujar dr Agung.
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani yaitu "schizos" yang artinya terpecah dan "phren" yang artinya pikiran, jadi secara harfiah, skizofrenia artinya pikiran atau jiwa yang terbelah atau terpecah. Salah satu gejala umum penyakit gangguan jiwa berat seperti skizofrenia adalah halusinasi serta memiliki keyakinan kuat akan sesuatu yang tidak nyata. Oleh karena itu banyak pasien yang dianggap terkena guna-guna, kutukan, atau pun santet. Biasanya pihak keluarga akan langsung membawa pasien skizofrenia ke paranormal.
"Bisa jadi skizofrenia yang merupakan gangguan di otak. Penyakit ini terjadi karena ada masalah di otak, bukan guna-guna, kutukan, atau santet. Bukannya dibawa ke dokter, justru ke orang pintar atau dukun," tekan Dr A A Ayu Agung Kusumawardhani SpKJ(K) dari seksi Skizofrenia-PDSKJI.
Dikatakan dr Agung, skizofrenia adalah gangguan otak serius yang mengenai kemampuan cara berpikir, ekspresi emosi dan mempersepsi lingkungan dengan tidak tepat. Akibatnya, sistem otak terganggu dan timbullah gejala bervariasi.
Hal tersebut disampaikan dr Agung dalam Media Workshop 'Peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia Melalui Acara Kampanye Lighting the Hope for Schizophrenia' di hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta, Selasa (9/9/2014).
"Perjalanan diawali kondisi pramorbid, di mana mulai ada kerentanan tertentu. Nah, saat masa remaja baru timbul penurunan fungsi prodromal dengan adanya gejala positif seperti waham atau gangguan di dalam isi pikir, menilai situasi tidak sesuai dengan realita," terang dr Agung.
Misalkan gejala positif berupa waham atau halusinasi, seseorang bisa menganggap orang lain akan menyakitinya. Selain itu, bisa timbul pula gejala negatif di antaranya tidak mau bergaul, depresi, serta adanya penurunan kognitif yakni kurang berkonsentrasi.
"Kalau gejala positif yang muncul lebih dulu, itu lebih mudah mendeteksi dini karena kan gejalanya khas ya ada perilaku yang tidak biasanya. Kalau negatif dia mengurung diri atau kemampuan kognitifnya turun dikira stres biasa dan bisa dibiarkan," terang dr Agung.
dr Agung menambahkan, masa remaja usia 15-25 tahun merupakan awal mula munculnya gejala skizofrenia. Tetapi, jika segera terdeteksi dan diobati setidaknya dalam kurun waktu 1-2 tahun, proses pemulihan dan kemungkinan sembuh total lebih besar.
"Gejala skizofrenia sering tidak dipahami, dibawa ke orang pintar, pas ke dokter sudah telat," ujar dr Agung.
"Padahal skizofrenia itu penyakit gangguan di otak yang bisa diobati secara medis. Yang terganggu adalah cara berpikirnya sehingga timbul beberapa gejala. Jadi bukan karena kuturan atau santet," kata Dr.A.A Ayu Agung Kusumawardhani, Sp.KJ(K), dalam acara media edukasi menyambut Hari Kesehatan Jiwa Sedunia di Jakarta (9/9/14).
Perayaan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia tahun ini mengambil tema "Living with Schizophrenia" yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman akan pentingnya terapi dini yang tepat bagi orang dengan skizofrenia (ODS), serta mengajak masyarakat untuk memberi dukungan dan menerima ODS agar aktif dan produktif di tengah masyarakat.
Menurut data Riset Kesehatan Dasar 2013, jumlah penduduk yang mengalami gangguan jiwa berat mencapai 1,72 per 1000 penduduk. "Angka tersebut termasuk kecil karena jumlah yang sebenarnya mencapai satu sampai tiga persen," kata Dr.Eka Viora Sp.KJ, Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementrian Kesehatan, dalam acara yang sama.
Dokter Agung menjelaskan, gejala skizofrenia antara lain halusinasi, baik itu mendengar, melihat, atau merasakan hal-hal yang tidak didengar, dilihat, atau dirasakan orang sehat. Gejala lainnya adalah delusi atau waham, yaitu isi pikiran tidak sesuai dengan kenyataan dan tetap yakin meski telah ditunjukkan bukti bahwa isi pikirannya salah. Misalnya seseorang yakin dirinya utusan Tuhan.
"Perjalanan penyakit skizofrenia sebenarnya dimulai sejak usia anak-anak dan di usia remaja mulai timbul gejala. Jika ini bisa dideteksi sejak awal dan juga diintervensi, pasien bisa hidup produktif seperti orang sehat," katanya.
Gejala yang perlu diwaspadai orangtua antara lain anak mengalami penurunan prestasi akademik di sekolah, yang semula ceria jadi pemurung, menarik diri, serta gangguan konsentrasi.
Ditambahkan oleh dr.Agung, kebanyakan ODS sudah terlambat dibawa ke dokter. "Penyakit ini kurang dipahami sehingga biasanya keluarga pasien keliling-keliling dulu mencari 'orang pintar'. Padahal jika tidak segera diobati penyakitnya akan berdampak panjang," ujarnya.
Terapi pengobatan ODS antara lain obat-obatan dan psikoterapi (konseling). Pengobatan diberikan untuk menurunkan gejala skizofrenia, sedangkan konseling dapat membantu pasien memahami, menerima, dan menjalani penyakitnya.
"Obat-obatan biasanya harus terus diminum selama dua tahun. Tujuan dari terapi pengobatan adalah gejala-gejalanya tidak muncul, pasien bisa mandiri dan kembali ke fungsinya," kata dr.Agung.
Penyusun : Yohanes Gitoyo, S Pd.
Sumber :
- http://health.detik.com/, Selasa, 09/09/2014 15:01 WIB.
- http://health.kompas.com/, Selasa, 9 September 2014, 19:44 WIB.
Komentar
Posting Komentar