Sejarah Wayang Kulit Purwa "Gaya Yogyakarta"
Yogyakarta merupakan misat pemerintahan dan kegiatan kebudayaan, kesenian pada masa silami tepatnya setelah kerajaan Mataram dibagi menjadi dua, yaitu Kerajaan Surakarta dan kerajaan Yogyakarta (Ngayogyakarta Hadiningrat) yang masing¬masing mempunyai kedaulatan sendiri-sendiri.
Masjkuri dan Sutrisna Kutaja dalam Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagai berikut:
Kerajaan Yogyakarta lahir dari tercapainya perdamaian antara Susuhunan Paku Buwono III Pangeran Harya Mangkubumi, yang berlangsung pada tanggal 13 Pebruari 1755 .di desa Giyanti daerah Karanganyar Surakarta. Dengan terbaginya kerajaan Mataram menjadi kerajaan Surakarta dan kerajaan Yogyakarta, timbullah suasana baru dalam aldm kebudayaan dan kesenian di kerajaan Yogyakarta khususnya.
Bertitik tolak dari sinilah kesenian tumbuh dan berkembang dengan gaya yang baru yaitu gaya Yogyakarta, termasuk juga dalam wayang kulit puma. Sedangkan yang dimaksud dengan gaya adalah corak atau langgam yang dalam bahasa Inggris disebut “Sytle”.
Dalam Ensiklopedia Indonesia dijelaskan sebagai berikut:
Sebenarnya gaya berarti sikap pribadi dari seniman terhadap gejala-gejala penghidupannya. Gaya berarti pula penjelmaan getaran-getaran sukma dan seniman. Seniman senantiasa hidup dan berhubungan dengan masyarakat dan massanya. Oleh sebab itu gaya juga mengungkapkan masyarakat dan massanya tersebut.
Jadi pengertian gaya merupakan suatu terminologi dalam dunia seni yang memberikan keterangan tentang adanya suatu langgam atau corak tertentu. Sehingga masing-masing dapat dilihat dan dibedakan dengan jelas.
Adanya corak dalam wayang kulit purwa tidak berarti diciptakan oleh seorang saja, tetapi oleh beberapa seniman yang saling menyempurnakan dalam mencapai bentuk wayang yang sempur-na. Demikian halnya dengan wayang kulit purwa gaya Yogyakarta, yang tidak lepas dari tokoh-tokoh seniman yang membuat wayang, serta tidak lepas pula dari para Penguasa (raja) pada waktu wayang tersebut dibuat.
Tokoh-tokoh seniman wayang yang ikut andil dalam mewujudkan Wayang Kulit Purwa gaya Yogyakarta, dapat disebutkan sebagai berikut:
- Ki Jayaprana dengan hiasan cawen (guratan) pada sunggingannya.
- Ki Panatas menyempurnakan sunggingan dengan menambah jenis sunggingan pada wayang kulit purwa tersebut dengan apa yang disebut Drenjeman.
- Ki Rowong yang menyempur-nakan sunggingan itu dengan kembangan-kembangan yang selanjutnya disebut bludiran.
- Ki Grenteng menyempurnakan hasil wayang yang sudah ada dengan menambah jenis sung-gingan bercorak sinar, yang biasanya kelihatan seperti payung bila sedang menelungkup. Dalam istilah sungging disebut sungging tlacapan.
Dari kegiatan para seniman wayang (penatah dan penyungging) yang saling menyempurnakan itu mendapatkan suatu hasil yang sempurna pula. Seperti yang dijumpai saat sekarang mengenai wayang kulit purwa gaya Yogyakarta.
Wayang kulit purwa gaya Yogyakarta mempunyai corak tertentu yang berbeda dengan wayang gaya lain dan memiliki karakter Yogyakarta.
Sumber : http://adekimrow.blogspot.com/, Sabtu, 05 Mei 2012, 06:35 WIB.
Komentar
Posting Komentar