Inilah Alasan Pemerintah Merubah Kurikulum !
Pemerintah sudah meluncurkan naskah akademik kurikulum 2013. Tujuannya untuk diuji oleh publik. Meski tujuannya diuji publik, naskah itu kelihatannya sukar diuji. Kenapa? Pokok-pokok pikiran dan cakupan kurikulum disajikan terlalu akademik. Logikanya canggih. Membutuhkan tingkat kecakapan logika yang tinggi untuk mencernanya. Minimal bisa membaca peta konsep yang disajikan. Tak apalah, toh nantinya juga pemerintah yang memutuskan apa yang terbaik bagi Indonesia. Karena namanya uji publik, maka publik patut menilai. Bukan untuk mencari kesalahan-kesalahan pemerintah. Namun, publik patut mengetahui hasil racikan pemerintah yang akan diberikan pada anak-anak nanti. Apakah racikan itu baik atau tidak, publik patut menilai.
Sebagai warga negara biasa saya juga patut memberikan menguji kurikulum itu. Meski anak saya belum lagi masuk sekolah dasar. Mungkin masih 2 tahun lagi. Tapi, saya perlu mengetahui seperti apa anak saya akan dibentuk oleh pendidikan nanti. Itupun kalau kurikulum yang akan diberlakukan belum berubah. Pasalnya, ganti menteri sering berimbas ganti kebijakan. Tahun 2014, sudah pasti pemerintahan akan berubah. Tak apalah, yang penting kurikulum yang baru ini harus benar-benar diuji.
Berikut beberapa catatan saya terhadap naskah yang akan diuji publik itu.
Sebagai warga negara biasa saya juga patut memberikan menguji kurikulum itu. Meski anak saya belum lagi masuk sekolah dasar. Mungkin masih 2 tahun lagi. Tapi, saya perlu mengetahui seperti apa anak saya akan dibentuk oleh pendidikan nanti. Itupun kalau kurikulum yang akan diberlakukan belum berubah. Pasalnya, ganti menteri sering berimbas ganti kebijakan. Tahun 2014, sudah pasti pemerintahan akan berubah. Tak apalah, yang penting kurikulum yang baru ini harus benar-benar diuji.
Berikut beberapa catatan saya terhadap naskah yang akan diuji publik itu.
Terlalu berat untuk tingkat berpikir Anak?
Pemerintah memetakan permasalah-permasalahan dalam kurikulum 2006 (KTSP). alasan yang pertama adalah materi pelajaran melampaui tingkat berpikir anak. Alasan ini menggunakan teori perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget. Anak-anak pada usia sekolah dasar masih berada tingkat berpikir konkrit. Karenanya pelajaran tak harus yang susah-susah. Pertanyaannya, apakah tingkat berpikir dapat berkembang sesuai usia? Sebagai contoh, ada riset yang dilakukan di beberapa negara. Tingkat berpikir tak berkembang sesuai usia. Pada usia perguruan tinggi saja, mahasiswa banyak yang belum mampu berada pada tingkat berpikir abstrak. Padahal, tingkat berpikir abstrak sudah seharusnya diimiliki sejak usia 10-12 tahun. Ketika ada di kelas 6 sekolah dasar. Maka, riset-riset selama dekade terakhir berusaha mendorong perkembangan tingkat berpikir. Tingkat berpikir dapat dilatih untuk lebih berkembang. Tingkat berpikir tak otomatis berkembang sesuai usia.
Berbasis kompetensi atau bertujuan kompetensi?
Permasalahan kedua yang dikemukakan adalah kurikulum belum sepenunya berbasis kompetensi. Pertanyaan saya, berbasis kompetensi atau bertujuan kompetensi? Logikanya sederhana saja. Kalau berbasis kompetensi maka, pendidikan dilakukan diatas kompetensi peserta didik. Logika ini menghendaki siswa telah memiliki kompetensi tertentu sebelum belajar. Pendidikan bertujuan mengembangkan kompetensi itu sesuai tujuan pendidikan. Dengan kata lain, pendidikan bertujuan mengembangkan bakat alami siswa. Kalau bertujuan kompetensi, maka hasil akhir pendidikan adalah siswa memiliki kompetensi tertentu.Persoalan kompetensi kemudian muncul dalam point 3-4. Jelas bahwa ini adalah logika bertujuan kompetensi. Penddikan bertujuan membekali siswa dengan kompetensi-kompetensi tertentu. Kompetensi itu mencakup 3 ranah. Ranah kogntif, afektif dan psikomotirik. Jadi, apakah pendidikan berbasis kompetensi atau bertujuan kompetensi?
Saya tak ingin menyebut pemerintah mencari-mencari alasan perubahan kurikulum. Persoalan mendasar pendidikan saat ini adalah pada kompetensi guru. Para pendidik saat ini belum mampu menyesuaikan pembelajaran dengan perubahan yang terjadi dengan cepat. Masalah yang disebut di atas terletak pada kreativitas guru. Materi pembelajaran tidak terlalu berat jika guru mampu menyajikannya dengan menyenangkan. Kompetensi-kompetensi yang diharapkan akan mudah tercapai jika saja guru tidak terfokus pada memberikan buku teks. Semoga perubahan kurikulum diikuti dengan perubahan pola pikir guru. Semoga…!
Penulis : Novie Rupilu
Sumber : http://edukasi.kompasiana.com/, 30 November 2012, 20:38 WIB.
Permasalahan kedua yang dikemukakan adalah kurikulum belum sepenunya berbasis kompetensi. Pertanyaan saya, berbasis kompetensi atau bertujuan kompetensi? Logikanya sederhana saja. Kalau berbasis kompetensi maka, pendidikan dilakukan diatas kompetensi peserta didik. Logika ini menghendaki siswa telah memiliki kompetensi tertentu sebelum belajar. Pendidikan bertujuan mengembangkan kompetensi itu sesuai tujuan pendidikan. Dengan kata lain, pendidikan bertujuan mengembangkan bakat alami siswa. Kalau bertujuan kompetensi, maka hasil akhir pendidikan adalah siswa memiliki kompetensi tertentu.Persoalan kompetensi kemudian muncul dalam point 3-4. Jelas bahwa ini adalah logika bertujuan kompetensi. Penddikan bertujuan membekali siswa dengan kompetensi-kompetensi tertentu. Kompetensi itu mencakup 3 ranah. Ranah kogntif, afektif dan psikomotirik. Jadi, apakah pendidikan berbasis kompetensi atau bertujuan kompetensi?
Penulis : Novie Rupilu
Sumber : http://edukasi.kompasiana.com/, 30 November 2012, 20:38 WIB.
Komentar
Posting Komentar