Menristek: Lapan Kembangkan "Drone" untuk Awasi Perairan Indonesia.
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi M Nasir mengatakan, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) tengah mengembangkan drone untuk mengawasi perairan Indonesia.
"Mendukung program Presiden Joko Widodo, riset tengah dilakukan untuk membantu mengawasi perairan dari masuknya kapal-kapal asing. Riset ini dilakukan Lapan," katanya di Semarang, Jumat (30/1/2015) malam.
Hal itu diungkapkannya di sela peluncuran buku berjudul 100 Tokoh Jawa Tengah, sebuah buku berisi profil tokoh-tokoh berpengaruh dari berbagai bidang di provinsi itu, di Hotel Santika Premiere, Semarang.
Ia menjelaskan riset yang dilakukan memang pada pembuatan peralatan pendukung, yakni drone atau pesawat tanpa awak untuk membantu mengawasi perairan Indonesia dari masuknya kapal-kapal pencuri ikan.
Menurut dia, pengembangan riset itu sudah mampu menciptakan prototipe drone yang bisa melaju sejauh 200 kilometer dari daratan sehingga bisa membantu mengawasi jika ada kapal-kapal pencuri ikan yang masuk.
"Sekarang ini sedang dikembangkan. Pesawat tanpa awak itu akan dilengkapi kamera, bisa membantu mengawasi jika ada illegal fishing di perairan Indonesia," kata Guru Besar Universitas Diponegoro Semarang itu.
Tentunya, kata dia, pengawasan perairan Indonesia yang sangat luas membutuhkan drone dengan kapasitas tempuh yang lebih jauh sehingga hasil riset yang ada akan terus dikembangkan dan disempurnakan.
"Kan tidak cukup hanya 200 km (daya tempuh, red.). Paling tidak, ya, lebih besar lagi daya tempuhnya, sampai 600-800 kilometer. Makanya, riset ini akan terus dikembangkan oleh Lapan," ujar Nasir.
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) mengembangkan pesawat baru, Lapan Surveillance Aircraft (LSA). Pesawat dua awak ini akan digunakan untuk memotret wilayah Indonesia yang relatif besar. Pengembangan pesawat pengamatan ini sekaligus membuktikan penguasaan teknologi pesawat terbang di Indonesia. LSA ditargetkan beroperasi secara penuh pada 2015. Akhir 2013 ditargetkan untuk penerbangan perdana secara resmi.
Indonesia melalui Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) bersama Universitas Berlin di Jerman mengembangkan pesawat pengamat bernama Lapan Surveillance Aircraft (LSA).
Konsep ini sebenamya telah dibuat sejak 2011, tapi baru terealisasi pada 2012 dengan menggandeng Universitas Berlin sebagai mitra kerja sama.
"Sampai saat ini ada enam orang ahli teknik kita yang berada di Jerman untuk terus melakukan riset, perancangan modifikasi, desain, pengujian, serta teknologi terhadap pesawat surveillance. Sedangkan untuk penerbangan resmi perdana LSA akan dilakukan akhir 2013 ini," ungkap Kepala Pusat Teknologi Penerbangan Lapan Rika Andiarti, saat dihubungi KORAN SINDO.
LSA ini berbasis pesawat Icon 5 Amphibius dengan memiliki daya ter bang 8—24 jam, mampu mencapai ke tinggian maksimal 7,5 km dan kecepatan jelajah 220 km/jam serta jarak tempuh maksimal 1.300 km. Pesawat ini membutuhkan landasan dengan panjang minimal 300 m untuk takeoff dan landing. Pesawat ini memiliki total panjang mencapai 8,52 m dengan tinggi 2,45 m dengan lebar rentang sayap sepanjang 18 m.
Sedangkan resolusi gambar yang dihasilkan nanti mencapai hingga 50cm dengan muatan hingga 70 kg. Sebagai pesawat utilitas dengan dua kapasitas tempat duduk, badan pesawat komposit dengan mesin tunggal ini dilengkapi motor glider dan operasi aturan instrumen penerbangan (IFR).
Pesawat pengamat ini juga dilengkapi turbo charge dengan silinder pendingin udara dan kepala silinder pendingin air, karburator, kontrol pembuangan limbah otomatis, dan pengapian elektronik ganda. Daya tampung pesawat ini mencapai maksimal 20 kg serta 80 kg beban muatan dengan MTOW 1,300 kg.
Di bawah sayap pesawat sepanjang 18 m itu terselip kamera metrik berkalibrasi dengan areal kamera mount, sebuah kamera yang secara nyata dapat memonitor melalui lintas udara dengan sensor optik yang dikembangkan dengan system wide angle dan menghasilkan gambar beresolusi tinggi.
“LSA merupakan pesawat ringan dengan teknologi yang dikombmasikan dengan aero dynamic serta engine dan sayap yang tentunya dapat mengangkat pesawat dengan stabil dan kamera canggih beresolusi tinggi,” papar Staf Ahli Kementerian Negara Riset dan Teknologi Bidang Hankam Teguh Rahardjo, kepadaf KORAN SINDO.
Teknologi canggih yang dipakai dalam pesawat LSA ini sebenarnya pengembangan dari pesawat Lapan Surveillance UAV (LSU), yang merupakan pesawat tanpa awak. Pesawat ini memiliki dua tipe yakni LSU 01 dan LSU 02. Pesawat yang terbuat dari sterofoam dan telah dipakai pada ketinggian 3.300 m saat letusan gunung merapidan banjir beberapa waktu lalu ini berguna untuk verifikasi data satelit.
“Menariknya, ini proses pembelajaran bagi Lapan untuk membangun pesawat dengan cara bertahap sehingga diharapkan kita akan mampu membuat pesawat sendiri tanpa bergantung negara lain,” ucap Teguh.
Spesifikasi Lapan Surveillance UAV (LSU)
Performa | Bobot | Propulsi |
Lintasan lepas landas: 300 m | MTOW: 1100 kg | Tenaga mesin (MTOP): 115 hp |
Kecepatan jelajah: 220 km per jam | Berat muatan maksimal: 80 kg | Jumlah propeler: 3 bladed |
Jangkauan maksimum: 1.300 km | Berat maksimum bagasi: 20 kg | Kapasitas bahan bakar: 130 liter |
Daya terbang maksimum: 8 jam | Jenis bahan bakar: Avgas 100LL/Mogas | |
Ketinggian terbang: 7.260 m |
Sumber :
- http://nasional.kompas.com/, Sabtu, 31 Januari 2015, 03:27 WIB.
- http://www.ristek.go.id
Komentar
Posting Komentar