Drilling Engineers Club : Lumpur Sidoarjo Murni Kesalahan Pengeboran.
Hasil penelitian Drilling Engineers Club mengungkapkan, luapan lumpur di Sidoarjo, Jawa Timur, diakibatkan oleh kesalahan operasional pengeboran yang disengaja atau intentional default.
Kesalahan utama yang disengaja tersebut memuat tidak dipatuhinya ketentuan dalam prosedur operasi baku yang telah digunakan seluruh industri minyak dan gas di dunia. Pengeboran itu juga dilakukan dengan tidak melaksanakan pemasangan selubung (casing) 9 5/8 inci yang tertera dalam program pengeboran yang disepakati oleh para stake holder dan disetujui BP MIGAS.
"Semburan lumpur di Desa Siring yang bersumber dari pengeboran PT Lapindo Brantas tidak disebabkan oleh bencana alam. Semburan lumpur Lapindo itu karena kesalahan operasi pemboran yang disengaja," kata Kersam Sumanta, anggota Drilling Engineers Club dan mantan anggota Tim Nasional Penanggulangan Lumpur Lapindo, Selasa (7/8/2012) di Mahkamah Konstitusi, Jakarta.
Kersam menjelaskan, Lapindo tidak mematuhi kaidah operasional yang telah dibakukan para ahli pemboran sebagai Prosedur Operasi Standar. Ia menuturkan, uji kekuatan formasi di bawah casing 13 5/8 inci yang dipasang di 1.092 meter tidak dilakukan dengan benar sehingga mengakibatkan perhitungan menjadi salah. Sesuai aturan dan anjuran Medco, Lapindo semestinya memasang selubung 9 5/8 inci di 2.591 meter. Namun, Lapindo tidak memedulikannya.
Selain itu, ada prosedur mencabut atau memasukkan rangkaian pipa bor dan pahat pada saat mencabut string mengalami tambahan beban, tetapi tidak dihiraukan oleh Lapindo. Hal yang lebih parah, kata Kersam, batasan tekanan maksimum di permukaan tidak dipatuhi oleh operator dan insinyur pengeboran Lapindo ketika menanggulangi semburan sehingga melebihi kekuatan formasi di bawah selubung 13 5/8 di 1.092 meter yang berakibat terjadinya rekahan sampai ke permukaan yang akhirnya menjadi jalan keluar lumpur dari dalam lubang bor.
"Semburan lumpur Lapindo di Desa Siring tidak disebabkan oleh bencana alam, tetapi karena kesalahan operasi pemboran yang disengaja tidak terbantahkan," ujarnya.
Menurut Kersam, alasan gempa bumi di Yogyakarta pada 27 Mei 2006 dengan kekuatan 5,8 Skala Richter dan gunung lumpur yang tertembus di sumur eksplorasi BJP-1 yang menyebabkan lumpur Lapindo adalah pembodohan publik dan pengingkaran atas kerugian korban Lapindo. Ia menjelaskan, berdasarkan fakta, tidak ditemukan adanya bangunan yang roboh di Porong atau Sidoarjo dan daerah sekitarnya karena bencana alam gempa bumi Yogyakarta.
Begitu pula dengan gunung lumpur, secara ilmiah tidak didapatkan bukti keberadaan gunung lumpur yang ditembus oleh pahat (drill bit) sepanjang interval yang dibor dari permukaan sampai kedalaman 2.834 meter. "Lumpur yang keluar dari rekahan dalam jarak beberapa meter dari titik erupsi sudah terpisah menjadi air jernih dan serpih. Ini membuktikan bahwa lumpur yang keluar bukan berasal dari gunung lumpur," kata Kersam.
Sebelumnya, pemerintah berpendapat bahwa semburan lumpur di Sidoarjo yang telah menimpa lebih dari 1.200 jiwa dapat dikategorikan sebagai bencana alam. Fakta di lapangan menyebutkan terdapat banyak titik semburan yang jauh dari lokasi pengeboran. Titik-titik semburan lumpur Lapindo terus meluas hingga berjarak sekitar 2 km dari lokasi pengeboran sehingga luapan lumpur dapat dikategorikan sebagai bencana alam.
Semburan lumpur ini disebutkan merupakan sebuah fenomena alam yang perlu disikapi secara wajar. Hal itu dalam pengeboran minyak dan tambang adalah fenomena yang jarang terjadi.
Penulis : Aditya Revianur
Editor : Laksono Hari W
Sumber : http://nasional.kompas.com/, Selasa, 7 Agustus 2012, 19:09 WIB
Semburan lumpur ini disebutkan merupakan sebuah fenomena alam yang perlu disikapi secara wajar. Hal itu dalam pengeboran minyak dan tambang adalah fenomena yang jarang terjadi.
Penulis : Aditya Revianur
Editor : Laksono Hari W
Sumber : http://nasional.kompas.com/, Selasa, 7 Agustus 2012, 19:09 WIB
Komentar
Posting Komentar